Sabtu, Juli 05, 2014

Bag-4: Radjamin Nasoetion, Walikota Surabaya Pertama: Pendudukan Jepang dan Pengangkatan Radjamin Sebagia Walikota

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan dalam blog ini Klik Disini

(bagian keempat)

Di Surabaya, Radjamin tiba-tiba mendapat surat dari anak perempuannya, seorang dokter yang bersuamikan dokter yang sama-sama berdinas di Tarempa, Tandjong Pinang, Kepulauan Riau. Surat ini ditujukan kepada khalayak dan cepat beredar, karena termasuk berita penting masa itu. Surat kabar Soeara Oemoem yang terbit di Surabaya mempublikasikan isi surat keluarga (anak kepada ayahnya) tersebut menjadi milik public sebagaimana dikutip oleh koran De Indische Courant tanggal 08-01-1942. Berikut isi surat tersebut. Tandjong Pinang, 22-12-194l. Dear all. Sama seperti Anda telah mendengar di radio Tarempa dibom. Kami masih hidup. Dan seterusnya (lihat artikel bagian ketiga sebelumnya).

***
Tanggal 3 Februari 1942 perang benar-benar meletus di Kota Surabaya. Pasukan Jepang selama satu bulan beberapa kali mengebom Kota Surabaya. Koran Soerabaijasch Handelsblad yang menjadi salah satu sumber utama artikel tentang Radjamin ini, lama tidak terbit. Baru terbit kembali pada tanggal 26-02-1942. Dalam terbitan tersebut, dilaporkan terjadi perubahan di Dewan Kota. Radjamin diangkat sebagai wakil ketua.
Pasukan Jepang memasuki Kota Surabaya

Pada tanggal 8 Maret 1942 pemerintahan Belanda di Indonesia benar-benar takluk tanpa syarat kepada pasukan Jepang. Pada hari itu juga kekuasaan Gemeente (Pemerintahan Kota) Surabaya berpindah tangan kepada militer (pasukan tentara) Jepang. Lantas Dewan Kota dibubarkan. Namun demikian, pada fase konsolidasi ini, pihak Jepang masih memberi toleransi dua kepemimpinan di dalam kota. Walikota Fuchter masih dianggap berfungsi untuk kepentingan komunitas orang-orang Eropa saja. Sementara walikota di kubu Indonesia dibawah perlindungan militer Jepang ditunjuk dan diangkat Radjamin Nasoetion--Wethouder, mantan anggota senior dewan kota yang berasal dari bumiputra.

Jepang memilih Radjamin dibandingkan yang lain karena Radjamin satu-satunya tokoh pribumi di Surabaya yang memiliki portfolio paling tinggi. Radjamin selain dikenal sebagai Wethouder (tokoh anggota dewan kota) yang pro rakyat (lihat Radjamin, seorang pemberani yang mampu menggertak Futchter). Radjamin juga diketahui secara luas sangat dekat dengan rakyat dan didukung tokoh-tokoh ‘adat’ di Surabaya (lihat kembali rekomendasi Koesmadi). Radjamin juga berpengalaman dalam pemerintahan Belanda sebagai pejabat tinggi (eselon-1) Bea dan Cukai. Jangan lupa, Radjamin juga seorang yang cerdas, dokter, lulusan perguruan tinggi, Stovia di Batavia.

***
Koran Soerabaijasch Handelsblad  yang beberapa minggu terakhir berhenti terbit, terbit kembali tanggal 27-04-1942. Disebutkan bahwa Radjamin telah membentuk panitia peringatan ulang tahun Tenno Haika. Panitia terdiri dari, ketua: Ruslan Wongsokoesoemo, dan sekretaris: Dr Angka Nitisastro. Kegiatan menghormati Raja Jepang itu meliputi berbagai kegiatan, seperti karnaval, hiburan rakyat, dan pertandingan sepakbola. Untuk pertandingan sepakbola dilaksanakan tiga hari 28-30 April 1942 yang diikuti empat klub, yakni: Persibaja (Persatuan Sepakbola Indonesia, Soerabaja), HBS, Tiong Hwa dan Excelsior.

Hal-hal lainnya dalam pemerintahan walikota Radjamin adalah tentang registrasi warga sipil (pasukan Belanda sendiri sudah ditahan oleh pasukan Jepang). Dalam koran Soerabaijasch handelsblad, 28-04-1942 terdapat sebuah maklumat dari Walikota Radjamin, bahwa akan diadakan sensus untuk orang-orang Eropa antara tanggal 1 Mei hingga 10 Mei 1942. Sedangkan warga-warga asing lainnya dilakukan setelah tanggal 10 Mei. Disamping itu, juga dilakukan penyelesaian masalah-masalah perdata terkait dengan warga asing. Masa transisi ini akan berlangsung hingga tanggal 31 Agustus 1942.

Koran Soerabaijasch Handelsblad  tanggal 30 April 1942 mengabarkan telah berlangsung karnaval kemarin. Setiap grup dalam karnaval memberi penghormatan kepada tribun undangan. Dalam tribun ini tampak Gubernur (bangsa Jepang); wakil gubernur Soewarso Tirtowiogjo dan Walikota Surabaya, Radjamin.

Koran Soerabaijasch Handelsblad  tanggal 1 Mei 1942 memberitakan bahwa Radjamin hadir di stadion dalam partai final sepakbola tanggal 30 April 1942. Radjamin memberikan hadiah kepada tim juara dan pemain terbaik. Radjamin jelas berbunga-bunga di tengah rakyat ‘gibol’, sebab Radjamin sendiri adalah juga seorang pemain sepakbola di Stovia, pendiri Deli Voetbal Bond, pembina PSSI di Surabaya (saat itu NIVU yang diakui FIFA), dan pemain sepakbola PBI Surabaya.


Soerabaijasch handelsblad, 30-05-1942 memuat maklumat Radjamin bahwa pendaftaran orang asing akan ditutup dan selesai hari Rabu tanggal 10 Juni 1942. Untuk sementara seperti diberitakan Soerabaijasch handelsblad 21-05-1942 bahwa orang asing yang sudah terdata hingga 1 Mei baru sebanyak 9.875 orang, yang terdiri dari Eropa. 2.401 laki-laki dan 4.426 perempuan, Cina, 1.566 laki-laki dan 932 perempuan, dan asing lainnya. 383 laki-laki dan 160 perempuan. Pendaftaran ini dimaksudkan untuk menghitung seberapa banyak orang asing yang masih dianggap loyal. Militer Jepang memandang khususnya orang Cina adalah bagian dari Asia, sehingga diperlakukan dengan baik dan damai. Mereka orang asing Cina dianggap bisa memainkan peran dalam bisnis sebagaimana sebelumnya. Disarankan kepada orang Cina yang kaya dapat membantu orang Cina yang miskin untuk mendaftar, agar mereka tetap di Surabaya dan tidak terbawa arus dalam proses deportasi bagi orang asing yang tidak menerima kehadiran Jepang di Surabaya.

***
Sesuai kebijakan Pemerintah Jepang di Indonesia, pada bulan September 1942 Jepang menurunkan posisi walikota Radjamin menjadi Wakil Walikota, sementara Walikota diisi dan diangkat dari bangsa Jepang sendiri. Walikota yang diangkat adalah Takahashi Ichiro. Dalam hal ini, penurunan posisi Radjamin bukanlah karena kualitasnya, tetapi semata-mata karena berubahnya misi dan kepentingan politik Jepang di Indonesia. Sementara, Radjamin tetap bersedia karena ingin terus mengontrol pemerintahan dari dalam dan mengawasi dan memastikan pembangunan pro rakyat tetap pada relnya. Radjamin tidak terlalu mementingkan jabatan, tetapi Radjamin membuktikan kualitasnya 1000 persen untuk rakyat Surabaya. Pada awal karirnya di dunia politik di Surabaya, bukanlah kemauannya, melainkan permintaan masyarakat dan dukungan tokoh-tokoh ‘adat’ di Surabaya. Sejauh ini, Radjamin masih bisa membuktikan komitmennya.

(bersambung)


 

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber utama tempo doeloe. Sumber pendukung: http://basundoro-fib.web.unair.ac.id/artikel_Sejarah Pemerintah Surabaya Masa Kolonial Belanda Sampai Masa Penjajahan Jepang.

Tidak ada komentar: