Minggu, Januari 11, 2015

Bag-14. Sejarah Padang Sidempuan: ‘Charles Adrian van Ophuijsen dan Asal Usul Tata Bahasa Indonesia Bermula di Padang Sidempoean’



Judul ini sekilas mengagetkan—ada benarnya, juga tidak ada salahnya. Apa hubungannya pembentukan Bahasa Indonesia (bahasa nasional) dengan kota kecil Padang Sidempoean yang penduduknya seluruhnya berbahasa Batak dialek Angkola (bahasa daerah). Apa pula hebatnya kota kecil Padang Sidempoean dibanding dengan kota besar Batavia. Bagaimana duduk perkaranya? Mari kita lacak! [Sebagai info awal: C.A. van Ophuijsen adalah orang Belanda kedua yang fasih berbahasa Batak dan van Ophuijsen (mulai) belajar bahasa Melayu pertama kali di Mandailing].

***
Seorang anak Sumatra, yang lahir pada malam tahun baru 1854 bernama lengkap Charles Adrian van Ophuijsen yang menjadi pangkal perkara. Charles adalah seorang anak pejabat tinggi Belanda. Ayahnya J.A.W. van Ophuijsen memulai karir dari bawah sebagai Controleur di Natal (Tapanoeli), kemudian menjadi asisten Residen di Solok dan Residen di Palembang. Ayah Ophuijsen telah menghabiskan hampir seluruh karirnya di Soematra. Charles sendiri lahir di Solok.

***
Charles sejak berumur delapan tahun telah meninggalkan rumah orangtuanya di Palembang, pindah sekolah ke negeri Belanda. Charles masuk sekolah dasar berasrama (kostschool) van den Heer Van der Kamp di Hees dekat Nijmegen. Pada umur 11 tahun diterima di sekolah tinggi Hoogere Burgerschool di Nijmegen. Di sekolah ini ada guru fisika terkenal P. Van der Burg. Lalu pada kelas keempat dilanjutkan di Nijmeegsche gymnasium untuk belajar de rechten of in de letteren namun tidak tuntas. Hal ini karena Charles diminta Negara untuk mengikuti pelatihan kedokteran untuk ditugaskan di Nederlansch Indie. Sebelum mengiuti ujian akhir, Charles selama tiga tahun (September 1872 sampai Desember 1875) melakukan penelitian ‘médecin malgré lui’.

***
Setelah 14 tahun, Charles kembali ke Nederlansche Indie. Namun Charles tidak menjadi dokter (seperti alumni Dokter Djawa School) melainkan mendaftar dan lulus menjadi PNS di tempat kelahirannya, Sumatra. Pada November 1876 Charles ditempatkan sebagai pegawai rendah di kantor Gubernur Sumatra’s Westkust. Sebulan kemudian Charles diangkat sebagai panitera di kantor Controleur di Panjaboengan, Afdeeling Mandheling en Ankola. Di tempat baru ini Charles juga merangkap sebagai postkommies, juru sita dan petugas catatan sipil.

Tampaknya Charles tidak terlalu senang dengan pekerjaannya, bukan karena adanya rangkap jabatan tetapi karena minatnya. Charles justru lebih bersemangat mempelajari Bahasa Batak dialek Mandailing ketimbang menjiwai tugas-tugas utamanya. Di sela-sela berdinas, Charles banyak mempelajari cerita rakyat dan menuliskannya dalam bahasa Batak atau bahasa Melayu. Charles adalah orang Belanda kedua yang fasih berbahasa Batak (setelah N. van der Tuuk). Mengapa hal ini terjadi? Dengan bakat yang terpendam, besar kemungkinan Charles coba mengisi kekosongan penulis sastra lokal di Mandailing yang ditinggalkan oleh Willem Iskander yang telah berangkat studi untuk memperoleh akte kepala sekolah ke Negeri Belanda. Willem Iskander adalah orang pribumi pertama yang memperoleh akte guru di Negeri Belanda (1861).

Rupanya perilaku dan kemampuan belajar otodidak Charles ini diketahui oleh Menteri Buijs yang tengah berkunjung ke Panjaboengan lalu menawarkan apakah Charles dengan bakat dan kemampuannya itu bersedia untuk menjadi guru di sekolah Kweekschool. Sekolah yang dimaksud Pak Menteri membutuhkan guru Eropa yang akrab dengan satu atau lebih bahasa asli dan etnologi di Nederlandsche Indie. Profesi ini sangat jarang dan Charles tidak keberatan, malah sangat bersemangat. Jalan hidup Charles yang sebenarnya kini muncul ke permukaan di daerah terpencil di Mandheling en Ankola.

****
Meski Charles sudah fasih berbahasa Batak dan berbahasa Melayu, namun untuk menjadi guru harus melalui pelatihan. Charles berhasil mendapat diploma guru di Padang pada Mei 1879. Pada bulan ini juga, Kweekschool Padang Sidempoean dibuka (menggantikan Kweekschool Tanobato yang ditutup 1875, karena Willem Iskander melanjutkan sekolahnya ke Negeri Belanda untuk kali kedua). Charles tampaknya kecele, ingin ke Padang Sidempoean, malah pada bulan Desember tahun itu juga justru ditempatkan ke Kweekschool Probolinggo untuk mengajar Bahasa Melayu. Pemahaman Charles tentang bahasa Melayu dan fasih menggunakannya diperoleh di Mandailing. Tulisannya yang berjudul 'Kijkjes in Het Huiselijk Leven Volkdicht (Pengamatan Kehidupan Kekeluargaan Orang Batak) dipublikasikan pada tahun 1879.

Walau begitu Charles tetap respek, malah pada Mei 1880 Charles diangkat sebagai anggota Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (semacam perhimpunan ilmu dan pengetahuan) di Batavia. Lembaga ini menemukan seorang yang berprofesi guru sebagai peneliti muda yang paling menjanjikan. Sementara sebagai guru permanen, baru diperolehnya pada bulan Oktober 1881 setelah mengikuti dan lulus ujian di Djawa pada bulan Mei sebelumnya. Sejak November 1881, Charles atas pertimbangan karena bakat yang luar biasa, dia dibebaskan dari uang iuran anggota perhimpunan.

***
Setelah bertugas di Kweekschool Probolinggo selama dua tahun, kemudian Charles dipindahkan ke Kweekschool Padang Sidempoean, ibukota Afdeeling Mandheling en Ankola. Ini berarti, Charles akan kembali ke daerah dimana dia pertama kali bekerja sebagai PNS selama tiga tahun di kantor Controleur di Panjaboengan, Groot Mandheling—situs dimana dia pertama kali melakukan studi bahasa dan masyarakat dan tempat dimana Charles menjadi fasih berbahasa Batak dan bahasa Melayu.

De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 02-12-1881: ‘telegram dari Batavia yang mana C.A. van Ophuijzen (dari Probolinggo) ditugaskan untuk mendukung guru di Kweekschool Padang Sidempoean’.
 
Soerabaijasch handelsblad, 14-12-1881 dan Het nieuws van den dag: kleine courant, 10-01-1882: ‘pengangkatan (beslit) C.A. van Ophuijzen sebagai guru di Kweekschool Padang Sidempoean’.

***
Keberangkatan Charles ke Padang Sidempoean sempat tertunda beberapa minggu karena alasan cinta. Charles menikah dengan Henriette Van Steeden, seorang gadis yang menjabat sebagai kepala sekolah perempuan di Probolinggo. Henriette adalah salah satu dari selusin guru lain yang datang dari Belanda ke Nederlandsche Indie tahun 1875. Henriette diangkat menjadi kepala sekolah di Probolinggo Juli 1880, dimana sebelumnya dia ditempatkan di Soerabaija dan Pasoeroean.

***
Kweekschool Padang Sidempoean (menjadi gedung HIS/SMA N 1)
Segera setelah selesai urusan nikah, Charles Adrian van Ophuijsen dan istri lalu berangkat menuju Padang Sidempoean. Bulan madu dilakukan selama perjalanan. Hal ini karena Charles sudah tertunda, lagi pula ingin segera tiba di Padang Sidempoean, selain penganten baru, juga karena ada gairah baru untuk mengajar dan sekaligus melakukan riset di afdeeling dimana dia memulai pertama kali melakukan pengumpulan bahan-bahan riset bahasa dan sastra. Praktis selama di Probolinggi Charles tidak sempat lagi mengumpulkan bahan-bahan karena sibuk dengan analisis dan penulisan. Kini, Charles kembali ke laboratorium alamnya di Mandheling en Ankola, Rasidentie Tapanoeli.

Di Padang Sidempoean pada awal tahun 1882, C.A. van Ophuijsen memulai tugas baru mengajar di sekolah guru, yang mana J.W. van Haastert adalah direkturnya. Haastert adalah direktur yang kedua menggantikan Mr. Harmsen yang sudah lama sakit. Harmsen adalah anggota Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, sedangkan Haastert sendiri adalah guru muda yang diangkat sebagai guru di Kweekschool Padang Sidempoean.

Guru tetaplah guru, tapi Charles juga melihat hal yang lain diluar tupoksi seorang guru. Dengan menyadari dan semakin intens dengan pelajaran Bahasa Melayu, Charles mengktitisi prakteknya dengan membuat catatan (pertanyaan dan komentar) tentang penggunaan Bahasa Melayu. Tulisannya tentang hal itu kemudian diterbitkan dalam De Indische Gids edisi 1882. Dengan tulisan ini kemampuan riset Charles menjadi bahan pembicaraan di kalangan akademisi Belanda di Nederlansche Indie. C.A. van Ophuijsen meneliti di Mandheling en Ankola dan menulis di Padang Sidempoean tempat terpencil di pedalaman Sumatra, tetapi publisitasnya bergaung besar di Batavia.
  
Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-09-1882: ‘C.A. van Ophuijzen akan mengajarkan bahasa Melayu di Kweekshool Padang Sidempoean dengan mendapat tunjangan sebesar 50 Gulden per bulan di atas gajinya’.

***
Pada tahun 1883, Haastert dimutasi ke Probolinggo. Kekosongan fungsi direktur sekolah ini diperankan oleh C.A. van Ophuijsen hingga ditunjuknya kepala sekolah yang baru. Atas peran ini, van Ophuijsen mendapat gaji tambahan. Akhirnya pada 1 Februari 1884 datang kepala sekolah yang baru bernama D. Grivel.

Bataviaasch handelsblad, 15-05-1883: ‘mutasi, J.W. van Haastert ke Probolinggo, kepala sekolah Kweekschool Padang Sidempoean’.

Bataviaasch handelsblad, 27-09-1883: ‘C.A. van Ophuijsen di tahun keduanya diberi tunjangan tambahan sehingga secara keseluruhan gajinya menjadi 200 Gulden’.

De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 31-01-1884: ‘pengangkatan D. Grivel, sebagai kepala sekolah Kweekschool Padang Sidempoean, mulai efektif 1 Februari 1884. Grivel adalah guru di Kweekschool Fort de Kock’.

***
Charles Adrian van Ophuijsen adalah guru multi talenta. Di Padang Sidempoean dengan pengalaman pernah menjadi direktur sementara, mendorongnya untuk mengambil diploma kepala sekolah. Sambil mengajar, meneliti bahasa dan sastra Batak serta bahasa Melayu, van Ophuijsen mengikuti ujian kepala sekolah dan juga mengikuti ujian kemahiran agronomi. Pada tahun 1884, van Ophuijsen lulus ujian kemahiran survei  agronomi dan pada tahun 1886 ditetapkan sebagai ahli pertanian dan etnologi. Pengujinya adalah dosen-dosen perguruan tinggi kedokteran di Batavia.

Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 07-06-1884: ‘Mr van Ophuijzen, asisten guru di Kweekschool Padang Sidempoean, pada paruh pertama bulan Juli datang ke Padang untuk melakukan ujian untuk mendapatkan sertifikat kemahiran dalam survei agronomi’.

Karir C.A. van Ophuijsen sangatlah cemerlang, juga keahliannya semakin beragam dan minatnya terhadap bahasa dan sastra juga semakin intensif. Namun dalam perjalanan tersebut adakalanya mendapat sial. Pada tanggal 13 Januari 1885 di Padang Sidimpoean van Ophuijsen ditimpa musibah, karena ada kebakaran besar termasuk rumahnya yang dilalap api sehingga hasil riset setahun juga ikut terbakar menjadi abu. Charles tidak patah arah, dia bangkit, apalagi Charles dalam risetnya didukung oleh para asisten yang juga merupakan beberapa siswanya di Kweekshool Padang Sidempoean. Para asisten sukarelawan ini yang membuat van Ophuijsen tetap nyaman dan tenang.

Di Padang Sidempoean, van Ophuijsen selain mengajar, dunia risetnya tumbuh dan berkembang dengan sempurna. Dia berada di lingkungan alam dan lingkungan sosial yang luar biasa yang membuatnya menemukan kesempatan yang luar biasa untuk mengumpulkan materi untuk bahasa dan etnologi. Dia tahu apa yang harus dilakukannya dan dengan semangat untuk penelitian ilmiah dan bahwa dia tahu bagaimana dan apa yang harus diselidiki. Menurut C. Snouck Hurgronje dalam memoir bahwa van Ophuijsen bagaikan seorang profesor fisika atau mata pelajaran medis, yang memiliki asisten laboratorium yang terampil dan satu pilihan co-siswa yang sesuai. Itulah dunia van Ophuijsen di Padang Sidempoean.

Charles bersama asisten yang juga dibantu oleh masyarakat sangat bersemangat untuk melakukan riset. Hal yang mereka pelajari mulai dari literatur dari kitab suci dari suku Batak dan juga hal yang tidak tertulis, seperti cerita rakyat, dongeng, puisi cinta, tanda-tanda ajaib, teka-teki dan pepatah yang disarikan di dalam banyak tulisan. Juga termasuk hal fragmentaris tentang permainan anak-anak, obat rakyat, sihir, kebiasaan rakyat dan hukum rakyat, dan hasilnya diselesaikan dalam bentuk ratusan notebook. Semua itu menurut Snouck ditulis dengan tangan, rapi dan akurat.

***
Charles Adrian van Ophuijsen berada di tempat yang benar dan di waktu yang tepat. Dia tidak saja jago dalam mengajar tetapi juga mampu membimbing siswa-siswanya di bidang riset. Oleh karenanya tidak heran, ketika koran Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad edisi 16-12-1884 memberitakan suatu laporan pendidikan di Nederlansche Indie bahwa hanya kweekschool di Padang Sidempoean bersama kweekschool di Bandoeng, Probolinggo, Makassar, Tondano dan Amboina yang memenuhi kualifikasi. Ini menngindikasikan bahwa Kweekschool Padang Sidempoean merupakan sekolah guru terbaik di Sumatra.

Soerabaijasch handelsblad, 26-06-1885: ‘cuti dua tahunan ke Eropa yang diberikan kepada kepala sekolah di Kweekschool Padang Sidempoean, D. Grivel’.

Bataviaasch handelsblad, 30-06-1885: ‘guru-guru utama kweekschool di Probolinggo dan Padang Sidempoean akan mendapatkan tunjangan prestasi.  Kepala sekolah, D. Grivel di Padang Sidempoean akan mendapatkan penghasilan keseluruhan sebesar 800 Gulden pada bulan terakhir’.

Bataviaasch handelsblad, 12-10-1886: ‘untuk C.A. van Ophuijzen, asisten guru di sekolah untuk guru asli Padang Sidempoean, setelah bulan Agustus 1885 untuk mendapatkan satu skema lain untuk membayar sejumlah £ 150  per bulan sebagai hadiah (tunjangan) untuk bertindak sebagai pejabat kepala sekolah (selepas D. Grivel dan sebelum kehadiran L.G. van der Hoek sebagai direktur sekolah yang ditunjuk).

***
Pada hematnya Charles Adrian van Ophuijsen terhitung sejak 1 Agustus 1885 sesungguhnya adalah fungsi Direktur Kweekschool Padang Sidempoean sebab kepala sekolah yang menggantikan D. Grivel tidak kunjung datang. Selain itu, van Ophuijsen di sisi lain telah berhasil pula dalam ujian bidang pertanian. Yang paling menggembirakan sejak kedatangan van Ophuijsen tingkat kelulusan siswa di Kweekschool Padang Sidempoean murni 100 persen.

Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 04-01-1887: ‘C.A van Ophuyzen berhasil ujian di Batavia dalam bidang pertanian di bawah bimbingan onderwijers J Endea dan  G.J.F. Biegman yang akan digunakan dalam pendidikan sekolah kweekschool Padang Sidempoean’.

Bataviaasch nieuwsblad, 02-02-1887: ‘C. A. van Ophuijzen diangkat menjadi kepala sekolah di Kweekschool  Padang Sidempoean’.

Bataviaasch nieuwsblad, 01-09-1887: ‘ujian dari kelas tertinggi di Kweekschool Padang Sidempoean yang dilaksanakan 11-13 Juli 1887 dari tujuh murid yang mengikuti, semuanya dinyatakan berhasil’.

Samarangsch handels- en advertentie-blad, 20-08-1888: ‘pada ujian akhir yang diselenggarakan pada bulan Juni tahun ini di Kweekschool Padang Sidempoean dari sembilan murid yang mengikuti ujian semuanya memenuhi syarat’.

***
Charles Adrian van Ophuijsen adalah guru dan pribadi yang lengkap. Meski tinggal dan bertugas di daerah terpencil di pedalaman Sumatra di Mandheling en Ankola, ternyata dia sangat betah dan menikmati. Bersama istri yang mantan guru mampu membesarkan anak-anak mereka yang semuanya lahir di Padang Sidempoean. Total van Ophuijsen di Padang Sidempoean selama delapan tahun hampir lima tahun menjadi kepala sekolah hingga akhirnya 26 Januari 1890 harus meninggalkan Padang Sidempoean karena diangkat menjadi Inspektur Pendidikan yang ditempatkan di Fort de Kock. Hampir tidak ada pejabat pemerintah apalagi seorang guru mau bertahan selama delapan tahun di satu tempat, di tempat terpencil pula. Semua itu bagi van Ophuijsen ada maksud dan tujuannnya dan nanti pada akhirnya akan terbukti hasilnya.

***
Guru yang menjadi pengganti kepala sekolah Kweekschool Padang Sidempoean adalah J.H. Harmsman. Tampaknya van Ophuijsen sudah menyiapkan segala sesuatunya program apa yang diperlukan di Kweekschool Padang Sidempoean. Segera setelah Harmsman menjabat kepala sekolah, langsung menambahkan satu mata pelajaran baru yakni pelajaran Bahasa Batak.

Bataviaasch handelsblad, 28-01-1890: ‘pengangkatan C. A. van Ophuijzen sebagai Wakil Inspektur Pendidikan di Nederlandsche Indie, yang kini sebagai guru di Kweektchool Padang Sidempoean. Ketentuan pengangkatan ini berlaku hingga mulai hari ketika penggantinya hadir’.

Algemeen Handelsblad, 04-03-1890: ‘beslit C. A. van Ophuijzen sebagai Wakil Inspektur pendidikan di Hindia Belanda sudah keluar’.

Bataviaasch handelsblad, 25-04-1891: ‘kepala sekolah Kweekschool Padang Sidempoean J.H. Harmsman untuk mempraktekkan pengajaran bahasa Batak’.

***
Charles Adrian van Ophuijsen lalu kemudian naik jabatan menjadi Inspektur pada tangga 11 Juli 1893. Charles Adrian van Ophuijsen mendapat cuti libur ke Eropa antara April 1895-Maret 1896. Namun bukannya cuti malah waktu cutinya justru digunakan untuk belajar bahasa Arab dan bahasa Sansekerta di Leiden. Setelah kembali ke Nederlansche Indie, van Ophuijsen lebih memilih tinggal di Padang karena alasan agar lebih dekat dengan ibunya yang janda seorang diri. 

Pada November 1896, pemerintah Nederlandsche Indie menugaskan van Ophuijsen untuk melakukan studi lapangan di daerah berbahasa Melayu utama untuk pengumpulan data yang diperlukan untuk desain sebuah sistem tetap ejaan bahasa Melayu dengan karakter latin untuk digunakan dalam pendidikan Inlandsch (pribumi). Charles tidak keberatan. Hasilnya, Kantor Percetakan Nasional pada tahun 1901 di Batavia telah menerbitkan buku berjudul Kitab Logat Melajoe yang merupakan hasil riset van Ophuijsen. Sejak 1903 perhatian Charles terhadap tata bahasa (daerah) Melayu semakin meningkat. Untuk urusan bahasa dan tatabahasa daerah ini, van Ophuijsen bukanlah yang pertama. Herman Neubronner van der Tuuk jauh sebelumnya berada di Tanah Batak (1851-1857) telah pula menyusun kamus bahasa Batak-Belanda dialek Mandheling/Ankola, Toba dan Pakpak). Mr. van der Tuuk juga telah menyusun tata bahasa (daerah) Toba sebagai tata bahasa pertama yang ilmiah di Nederlandsche-Indie (lihat Uli Kozok, 2009).

***
Pada tanggal 19 Februari 1904 Charles Adrian van Ophuijsen diminta untuk mengajar di Universiteit Leiden. Hal ini terjadi karena di perguruan tinggi bergengsi itu jabatan dosen kosong untuk bahasa dan sastra Melayu dan pengetahuan linguistic Nederlansche Indie. Kecintaannya terhadap tanah kelahirannya Sumatra, khususnya di Tanah Batak di Mandheling en Ankola tidak goyah. Di Leiden, pada tahun 1908 Charles van Ophuijsen bersama Dr. C.W. Janssen dan kawan-kawan mendirikan Batak Institute.

***
Ejaan van Ophuijsen  vs Ejaan Republik Indonesia
Setelah tujuh tahun berkecimpung dalam tema tata bahasa Melayu, kemudian (1910) buku Tata Bahasa Melayu diterbitkan tepatnya setelah enam tahun mengajar Bahasa Melayu di Universitas Leiden. Edisi kedua dari buku ini diterbitkan pada tahun 1915. Akhirnya karya van Ophuijsen menjadi pedoman tata bahasa Melayu di Indonesia dan ejaannya kemudian dikenal sebagai ejaan van Ophuijsen. Hasil manis ini, semua bermula dari kamampuan otodidak van Ophuijsen yang mempelajari Bahasa Batak dan Bahasa Melayu pertamakali di Mandheling en Ankola.

***
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, tetapi tata bahasa Melayu yang menjadi tata bahasa Indonesia. Sekadar diketahui gagasan tata bahasa ini disemaikannya di Padang Sidempoean, ibukota Afdeeling Mandheling en Ankola. Suatu daerah yang menurut  C. Snouck Hurgronje yang paling dicintai oleh Charles Adrian van Ophuijsen. Siapa C. Snouck Hurgronje? Dia adalah ahli pribumi, juga seperti van Ophuijsen yang menjadi professor di Leiden. Mr. Snouch kerap berkorespondensi dengan Dja Endar Moeda, seorang mantan guru yang menjadi editor surat kabar Pertja Barat di Padang yang dulunya adalah alumni Kweekschool Padang Sidempoean (angkatan pertama). Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda adalah pejuang pendidikan pribumi dan Raja Persuratkabaran di Sumatra.

***
Soetan Casajangan, asisten C.A. van Ophuijsen di Leiden
Pada pagi hari 15 Februari 1917 di Leiden, setelah tiga belas tahun menjadi professor, Charles Adrian van Ophuijsen menutup matanya untuk selamanya. Dia adalah seorang guru sepenuh hati, sebagaimana murid-muridnya di Padang Sidempoean membantunya sepenuh hati. Di Leiden, Prof. Charles Adrian van Ophuijsen ketika mengajar Bahasa Melayu juga dibantu seorang asisten yang dulu mantan muridnya di Padang Sidempoean yang tengah kuliah di Negeri Belanda. Mantan murid dan asisten itu adalah Radjiun Harahap gelar Soetan Casajangan Soripada (pendiri perhimpunan mahasiswa Indonesia di Eropa, Indische Vereneeging). Prof. dr. Ir. Charles Adrian van Ophuijsen adalah salah satu akademisi terbaik Belanda yang memulai karir dan minat bahasa dan sastra di Mandheling en Ankola dan menjadi guru teladan di Padang Sidempoean.

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe, utamanya:
  • Koran berbahasa Belanda (berbagai edisi)
  • Memory Charles Adrian van Ophuijsen oleh C. Snouck Hurgronje (dbnl)
.
Lampiran:


Daftar tulisan Charles Adrian van Ophuijsen (Topik Bahasa Batak)
  • Toloe Sampagoel (leesboekje voor de Bataksche scholen in drie stukjes). Leiden, P.W.M. Trap, 1904.
  • Kijkjes in het huiselijk leven der Bataks. Uitgaven van het Bataksch Instituut, No. 4. Leiden, S.C. Van Doesburgh, 1910.
  • Bataksche teksten (Mandailingsch dialect). Eerste reeks. Leiden, S.C. Van Doesburgh, 1914.       
  • Indische Gids.
  • Bataksche raadsels. (Deel XXVIII, bl. 201-15, 1883, en Deel XXX, bl. 459-472, 1885).
  • De Loeboe's. (Deel XXIX, bl. 88-100 en 526-554, 1884).
  • Bataksche spreekwoorden en spreekwijzen. (Deel XXXIV, bl. 72-99, 1891, en Deel XXXV, bl. 613-638, 1892).
  • Over de afleiding en beteekenis van sapala-pala (Volgr. 5, I, bl. 98-100, 1886).
  • De poëzie in het Bataksche volksleven. (Volgr. 5, I, bl. 402-32, 1886).[p. 107]           
  • Der Bataksche Zauberstab. (Band XX, S. 82-103, 1911)
  • Internationales Archiv für Ethnographie.Der Bataksche Zauberstab. (Band XX, S. 82-103, 1911)


Daftar Murid-murid Willem Iskander yang menulis buku:

  • Ja Lembang Gunung Doli. Soerat Parsipodaan. Batavia, 1889.
  • Ja Manambin. Si Djahidin. Batavia, 1883.
  • Ja Parlindungan. Kitab Pengadjaran. Batavia, 1883.
  • Ja Sian, Sutan Kulipa dan Ja Rendo. Mandhelingsche rekenboekje voor hoogste klasse. Batavia, 1868.
  • Mangaraja Gunung Pandapotan. On ma sada parsipodaan toe parbinotoan taporan parsapoeloean. Batavia, 1885.
  • Mangaraja Gunung Pandapotan. Parsipodaan taringot toe parbinotoan tano on. Batavia, 1884.
  • Philippus Siregar dan Sutan Kinali.  Barita na denggan-denggan basaon ni dakdanak. Batavia, 1872 (dicetak ulang, 1904).
  • Si Mangantar gelar Raja Baginda. On ma barita tingon binatang-binatang bahatna lima poeloe pitoe. Batavia, 1868.
  • Philippus Siregar dan Sutan Kinali. Boekoe basaon ni dakdanak di sikola. Boekoe pasadaon. Batavia, 1873.
  • Raja Laut, Barita sipaingot. Batavia, 1873.
  • Si Pangiring dan Si Mengah. Boekoe basaon ni dakdanak di sikola. Boekoe padoeaon. Batavia, 1873.
  • Si Saridin, Sada barita ambaen parsipodaan. Batavia, 1872.
  • Sutan Kulipa. ‘Dalanna anso binoto oemoer ni koedo’.

    1 komentar:

    Unknown mengatakan...

    Luar Biasa ! Artikel ini menambah pengetahuan saya tentang Padangsidimpuan. Akan lebih baik dituliskan sumber tulisannya, lalu dijadikan sebuah buku dan dibagikan ke semua sekolah di Padangsidimpua. Agar masyarakat tahu asal muasal kota ini. Terima kasih buat penulis