Senin, Februari 09, 2015

Kejayaan Kopi Lokal Jadi Inspirasi Pembangunan Daerah



Lihat: Harian Waspada, 7 Februari 2015 (hal. A6)


Budidaya Kopi

Kopi Pakanten di Mandheling dan kopi Sipirok di Ankola. Apa artinya? Sentra produksi terbesar kopi di Mandheling berada di Pakanten dan produksi kopi terbesar di Ankola berada di Sipirok. 

Sejarah kopi di Afdeeling Mandheling en Ankola bermula di Pakanten tahun 1841 sebagai tindak lanjut hasil kesepakatan antara pejabat Belanda yang dikirim dengan para pimpinan lokal (Mandheling, Ankola, Batangtaro, Sipirok dan Padang Bolak) tahun 1838. Kemudian pejabat yang diangkat untuk memulai budidaya kopi ini adalah bernama T.A.C van Kervel sebagai asisten residen Mandheling en Ankola yang berkedudukan di Panjaboengan. Untuk mendukung program ini di hulu, pada akhir tahun 1841 ditempatkan dua controleur: F.W. Godin di lanskap Oeloe en Pakanten dan V.P.J. Happe di lanskap Ankola. Selanjutnya, di hilir tahun 1842 ditempatkan Eduard Douwes Dekker (kemudian dikenal sebagai Multatuli) sebagai controleur di Afdeeling Natal. Kedua afdeeling ini pada waktu itu masih bagian dari Residentie Air Bangies. Di Siboga sendiri pegawai yang ditempatkan baru setingkat pegawai yang disebut sebagai posthouder.

Godin adalah ahlinya budidaya kopi. Setelah dianggap budidaya kopi berjalan dengan baik di Mandheling, tahun 1843 Godin dipindahkan ke Ankola untuk menggantikan Happe. Mutasi Godin ini bukanlah karena cacat dalam tugasnya, tetapi justru karena prestasinya di Pakantan yang telah cukup berhasil menjalankan tugas atasan dalam pelaksanaan budidaya kopi. Oleh karena itu, pemindahan Godin dari onderafdeeling Oeloe en Pakantan ke onderafdeeling Ankola adalah untuk mensosialisasikan dan pelaksanaan budidaya kopi khususnya di Ankola.

Pada tahun 1845, Afdeeling Mandheling en Ankola dipisahkan dari Residentie Air Bangies dan kemudian digabungkan dengan terbentuknya Residentie Tapanoeli. Yang menjadi residen adalah A. van der Hart, pahlawan Belanda di Bonjol (Tuankoe Imam Bondjol). Prajurit kesayangan Gubernur Michiels ditunjuk  menjadi residen pertama Residentie Tapanoeli karena baru saja menjadi pahlawan Belanda di Pertibie (Tuankoe Tamboesai). Meski van der Hart seorang prajurit yang tidak ada takutnya dan tidak takut mati, tetapi ia adalah seorang prajurit yang berkelakuan baik dan juga humanis. A. van der Hart sangat respek terhadap penduduk Tapanoeli tetapi sangat tegas terhadap siapapun. Sebagai residen, programmnya sangat peduli terhadap perubahan sosial penduduk dan pembangunan pertanian di Tapanoeli. Dia memprioritaskan budidaya padi dan budidaya kopi. Penduduk tidak boleh lapar, tapi juga harus dapat uang (untuk beli barang impor). Penduduk sejahtera, pemerintah kolonial kemudian akan untung. A. van der Hart jeli melihat positioning Afdeling Mandheling en Ankola: ada prospek di afdeeling yang subur itu. A. van der Hart lantas memperkenal bajak (yang sudah ada di Oetarimbaroe, Ankola) untuk budidaya padi di seluruh Tapanoeli dan memperbaiki teknik budidaya kopi di Mandheling en Ankola.

Pada tahun 1846 L.B. Polanen Petel menggantikan Godin. Petel adalah pejabat berpengalaman di bidang kopi, yang sudah sejak 1843 menjadi staf asisten residen Mandheling en Ankola di Panjaboengan. Jika Godin sebelumnya terbatas di Ankola Djai, kini tugas Petel dilanjutkan ke Ankola Djoeloe. A. van der Hart seakan ingin menjaga kesinambungan pimpinan dalam pelaksanaan budidaya kopi di Mandheling en Ankola. Sementara itu, tanaman kopi di Mandheling sudah mulai menghasilkan, tetapi faktanya di lapangan tidak tersalurkan dengan baik ke pelabuhan malahan yang terjadi mulai ada gejolak sosial.

A. van der Hart bisa sewaktu-waktu dimutasi. A. van der Hart tidak merasa elok jika meninggalkan Tapanoeli tanpa ada kesan baik dari sisi sipil di Tapanoeli yang dapat memberi tambahan warna dalam karirnya yang begitu cemerlang  prestasinya di bidang militer. A. van der Hart mulai tegas. H. Rodenberg yang menggantikan asisten residen Willer )1846) kemungkinan dianggap tidak cakap dan belum setahun bertugas sebagai asisten residen Mandheling en Ankola sudah ‘diusir’ van der Hart dari Tapanoeli. Setelah pencopotan ini, bahkan posisi asisten residen di Mandheling en Ankola selama tahun 1847 kosong. Konon van der Hart kerap datang ke Mandheling en Ankola hanya semata-mata urusan pertanian, khususnya budidaya padi dan budidaya kopi.

Pada tahun 1848 didatangkan J.K.D. Lammleth sebagai asisten residen di Mandheling en Ankola. Sekali lagi, test case dilakukan van der Hart, dan setelah Lammleth bekerja 100 hari tampaknya rapornya buruk, tidak ada hasilnya dan senasib dengan Rodenberg juga dicopot dari jabatannya karena dianggap tidak melakukan apa-apa dan hasilnya nol. A. van der Hart harus mencari sendiri asisten residen baru. Setelah menimbang dengan cermat, A. van der Hart menemukan solusi dengan mempromosikan A.P. Godon yang saat itu sebagai controleur di Singkel, Residentie Tapanoeli untuk mengisi kekosongan jabatan asisten residen di Mandheling en Ankola. Lammleth kemudian tersingkir entah kemana. Pada tahun ini K.F. Strijman datang untuk menggantikan Patel. Controleur Ankola yang baru ini adalah pejabat senior yang sudah pernah menjabat sebagai komisioner di Residentie Air Bangies tahun 1842 dan 1843, ketika Mandheling en Ankola masih bagian dari Air Bangies.

A. van der Hart memilih Godon sangat tepat. Kini dia mendapatkan asisten residen yang juga seorang yang humanis dan memiliki pemikiran visioner. Godon berinisiatif membuka jalan ke Natal dengan melibatkan penduduk. Dengan terbukanya jalan ini arus kopi dari Mandheling ke Natal berjalan lancer. Kini perhatian Godon dialihkan ke Ankola. Stijman baru digantikan tahun 1851 oleh A.J.F. Hamers.

Setelah tidak ada Stijman, babak pertama pejabat yang berkompeten dalam budidaya kopi di Mandheling telah berakhir. Mereka itu adalah Godin, Patel dan Stijman. Kini estapet tidak lagi berada di tangan para controleur, tetapi sudah menguat di tangan asisten residen sendiri, Godon. Sejak budidaya kopi diimplementasikan pada tahun 1841 maka kini hasil budidaya kopi sudah menghasilkan. Peranan seorang asisten residen Godon menapaki tangga berikutnya dalam ekonomi kopi yakni perdagangan kopi. Bahkan sebelum kedatangan Godon, pohon-pohon kopi yang sudah menghasilkan sudah cukup banyak dan bahkan pada tahun 1847 sudah ada kopi sebanyak 5.000 pikol tetapi sulit diangkut. Akibatnya dua asisten residen sebelum Godon, harus berakhir masa jabatannya sebelum waktunya. Situasi dan kondisi ini yang dilihat Godon dan mengapa dia yang diangkat pemerintah yang menjadi asisten residen Mandheling en Ankola.

Pada tahun 1850 di Mandheling sudah dianggap selesai menanam kopi (koffik cultuur). Populasi kopi di Tapanoeli sudah mendekati tiga juta pohon kopi. Jumlah ini hampir seluruhnya berada di Mandheling en Ankola. Ulu dan Pekanten merupakan lanskap yang memberi kontribusi besar, sementara  Ankola baru sebagian wilayah saja terutama di Ankola Djai. Untuk lanskap Ankola Djoeloe baru memulai pertanaman, sedangkan di Sie Pierok meski belum dimulai tetapi memberikan gambaran sedikit harapan. Kehadiran Hammers merupakan babak baru dunia kopi di Sipirok. Hammers memperluas sentra kopi ke Sipirok dengan memilih lokasi yang sesuai di sebelah timur Prausorat.Jika Godin memulai budidaya kopi di Pakanten, Mandheling (1841), maka Hammers menyelesaikan budidaya kopi di Sipirok, Ankola (1851).

Selanjutnya pada tahun 1852 struktur pemerintahan di Mandheling en Ankola berubah, dimana afdeeling ini dipecah menjadi dua, yakni: Afdeeling Mandheling dan Afdeeling Ankola. Asisten residen Godon hanya focus di Afdeeling Mandheling dan tetap berkedudukan di Panjaboengan dengan dibantu seorang controleur van Hammert yang berada di Klein Mandheling (Kotanopan). Sementara itu, di Afdeeling Ankola hanya diperankan seorang diri A.J.F Hammers yang berkedudukan di Padang Sidempoean. Hammers yang sejak 1851 sudah menempati posnya sekarang, kini bosnya tidak lagi Godon tetapi langsung dengan Residentie di Siboga yang kini residen adalah W. Koeken. Hammers sendiri adalah rekan lamanya yang pernah sama-sama menjabat di Afdeeling Agam, Padangsche Bovenlanden.

Posisi kopi di Tapanoeli pada saat ini berada di Afdeeling Mandheling. Sedangkan di Afdeeling Ankola di bawah komando, Hammers (Controleur Ankola) produksi kopi juga sudah mulai merangsek dan sudah pula diangkut ke pantai di pelabuhan Djaga-Djaga. Di pelabuhan ditempatkan seorang pakhuismeester di Djaga-Djaga. Pada tahun 1854 di Afdeeling Ankola Controleur Hammer diperkuat dengan penempatan seorang opziener di Loemoet, P. Goud. Sejauh ini Loemoet masih bagian dari Afdeeling Ankola. Pada tahun 1855 terjadi lagi perubahan struktur pemerintahan di Residentie Tapanoeli. Afdeeling Mandheling dan Afdeeling Ankola digabung lagi menjadi satu afdeeling.

Pendidikan

Sementara itu, tidak diketahui persis kapan  sekolah pertama kali didirikan di Mandheling en Ankola, namun tetap dapat diperkirakan. Pendidikan modern ala Barat mulai diperkenalkan dan dilakukan oleh orang Belanda sendiri.  Pada tahun 1848 saat kedatangan Asisten Residen A.P. Godon di Nederlandsch Indie dimulai pembukaan sekolah dasar negeri dan hanya terdapat di beberapa kota tertentu, utamanya di Djawa. Sekolah dasar negeri yang menerapkan aksara Latin. Gurunya adalah pribumi yang telah mendapat pelatihan singkat (kursus) di bawah pengawasan instruktur Belanda. Untuk memenuhi kebutuhan guru secara reguler dibuka sekolah guru (kweekschool) di Surakarta tahun 1852. Bahasa pengantar di sekolah guru ini campuran bahasa Melayu dan bahasa Djawa. Afdeeling Mandheling en Ankola yang secara resmi baru menerapkan pemerintahan sipil sejak 1841 ‘legowo’ tidak ‘kebagian’ guru-guru yang ada. Sementara di Residentie Padangsche Bovenlanden yang beribukota Fort de Kock sudah dibuka sekolah negeri dan menerima guru yang terlatih dari pemerintah.

Praktis hingga tahun ketiga A.P. Godon di Mandheling en Ankola tidak satupun anak-anak pribumi yang mengecap pendidikan formal sekolah dasar alias sekolah aksara latin. Ini kontras dengan di Residentie Bovenlanden seperti di Fort de Kock. Istri Godon yang kebetulan mantan guru melihat perbedaan ini lalu berinisiatif mendirikan sekolah non formal (homeschooling). Tentu saja dengan bahasa pengantar campuran bahasa Melayu dan bahasa Belanda. Sekolah ala Godon ini diperkirakan dimulai tahun 1851. Meski ada kesenjangan dibanding dengan daerah lain yang sudah memiliki sekolah formal (negeri), tetapi sekolah non formal ala Godon (swadaya) ini memiliki keutamaan: selain gurunya (istri A.P. Godon) yang telah mendapat sertifikasi guru di Belanda, juga dalam proses belajar ada pelajaran bahasa Belanda.

Pada awalnya mereka yang mendapat kesempatan bersekolah itu adalah sejumlah anak-anak kepala-kepala kampong. Diantara murid-murid angkatan pertama ini terdapat dua anak (bernama Si Asta dan Si Angan) memiliki kemampuan bahasa Belanda yang baik dan minat yang tinggi dalam Ilmu Pengetahuan Alam lalu direkomendasikan sang guru untuk mengikuti pendidikan kedokteran (Dokter Djawa School) di Batavia. Dua anak belia ini tiba di Batavia tahun 1854. Mereka berdua adalah orang pertama di luar Pulau Djawa yang diterima di sekolah tersebut (sekolah Dokter Djawa sendiri dibuka tahun 1851).

Satu lagi murid (bernama Si Sati) yang terbilang cerdas dan memiliki kemampuan linguistic yang baik. Menurut Basyral Hamidi Harahap, Si Sati memasuki sekolah rendah dua tahun yang didirikan Godon di Panjaboengan pada usia 13 tahun pada tahun 1853. Begitu lulus, 1855, Si Sati diangkat menjadi guru di sekolahnya[1]. Pada saat yang sama ia juga diangkat oleh Godon menjadi juru tulis bumiputera (adjunct inlandsch schrijfer) di kantor Asisten Residen Mandailing Angkola. Peran Si Sati tidak hanya strategis karena mampu menulis dengan aksara Latin dalam bahasa Batak, bahasa Melayu dan dalam bahasa Belanda, tetapi juga dengan sendirinya dapat mengurangi beban pekerjan Godon. Melihat kemampuan yang luar biasa dari Si Sati, istri Godon juga ingin memberikan fungsi mengajar kepada Si Sati untuk menggantikannya menjadi guru untuk adik-adik kelasnya. Istri Godon ingin istirahat dan lengser serta mulai mempersiapkan cuti dua tahun ke negeri Belanda jika suaminya nanti genap sudah bekerja untuk Negara selama delapan tahun.

Si Sati berangkat ke Negeri Belanda bersama Godon, Februari 1857. Pada tahun ini (1857) setidaknya semua fungsi yang berkaitan dengan kopi sudah lengkap di Mandheling en Ankola. Pada tahun ini (1857) setidaknya semua fungsi yang berkaitan dengan kopi sudah lengkap di Mandheling en Ankola. Tahun ini juga A.P. Godon akan mendapat cuti dua tahunan ke Negeri Belanda. Ini berarti Godon akan mengakhiri tugasnya yang sudah delapan tahun bertugas di Mandheling en Ankola dan ditambah dua tahun di Singkel, maka Godon berada di Residentie Tapanoeli sudah selama 10 tahun penuh. Godon telah bekerja cukup lama untuk menyelesaikan permasalahan kopi yang tidak tertangani oleh dua pendahulunya. Tidak sia-sia A. van der Hart (Residen pertama Tapanoeli) memilih Godon sebagai asisten residen di Mandheling en Ankola, suatu afdeeling di Residenti Tapanoeli yang sejauh ini benar-benar siap dalam pembangunan ekonomi khususnya kopi dan pengembangan sosial terutama di bidang pendidikan.

Godon tidak hanya meninggalkan kesan baik di Mandheling en Ankola tetapi juga mantan bosnya juga di tempat lain yang boleh jadi selalu mengikuti kiprah anak buahnya ini. Andaikan A. van der Hart masih hidup, mungkin van der Hart tersenyum melihat keberhasiln Godon di Tapanoeli, khususnya di Afdeeling Mandheling en Ankola. Akan tetapi, sangat disayangkan Alexander van der Hart telah meninggal di Sulawesi pada tahun 25 Mei 1855.

Zellner adalah pengganti Godon. Zellner bukanlah orang baru di Residenti Tapanoeli. Zellner memulai karir dari bawah sebagai abtenar 1842 di Afdeeling Pertibie (Residenti Bataklanden, nama sebelumnya dari Residentie Tapanoeli). Setelah dua tahun di Pertibie, Zellner direkrut Gubernur Michiels untuk menjadi stafnya di Padang (1844). Terakhir Zellner adalah asisten residen di Afd. Limapoeloeh Kotta yang dijabatnya sejak 1853. Kini (1858), Zellner akan berada kembali di Residentie Tapanoeli. Suatu babak baru perkopian di Tapanoeli.

Zellner kini di Mandheling en Ankola memiliki rangkap jabatan: di satu sisi sebagai administrator pemerintahan (asisten residen), dan di sisi lain sebagai anggota dari verder plaatselijk personnel (dewan pengawas ekonomi). Dewan pengawas ini sebelumnya tidak ada. Keanggotaan dewan pengawas ini terdiri dari dua dari residentie, yakni asisten residen dan komisaris, dua dari Sumatra’s Westkust yang ditempatkan di Panjaboengan dan Padang Sidempoean dan dua agen Sumatra. Dalam rapat-rapat dewan pengawas ini hanya permasalahan perdagangan khususnya perkopian yang dibicarakan.

Sepeninggal Si Sati yang berangkat studi ke Negeri Belanda, anak-anak didiknya telah menyebar di sejumlah kampong utamanya di Mandheling untuk membuka sekolah swadaya bersama penduduk.  Si Sati alias Soetan Iskander yang berangkat tahun 1857 studi ke Negeri Belanda, telah tiba di Batavia akhir 1861 dan kembali ke kampong halaman di Mandheling tahun 1862. Atas keinginan Si Sati alias Willem Iskander mendapat izin dari pemerintah untuk mendirikan sekolah guru (kweekschool) dan memilih lokasi di Tano Bato arah ke Natal  yang berhawa sejuk. Pemerintah mengangkat Willem Iskander sebagai guru dan memiliki SK pegawai pemerintah.

Tahun 1855 Hammer dimutasi, tetapi penggantinya belum ada hingga Mr. W.A. Hennij 1857 menempati posnya di Padang Sidempoean. Pada waktu ini, bersamaan diangkatnya pejabat baru G. van Asselt sebagai opziener di Sipirok. Opziener di Loemoet dihapuskan. Sejak itu, Batang Taro dan Loemoet tidak termasuk lanskap Ankola. Kedatangan van Asselt di Sipirok, tanaman kopi dari kebun penduduk Sipirok sudah mulai menghasilkan.

Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-01-1859: ‘mengutip surat Controleur Ankola en Sipirok, A.W. Henny yang ditulis 1 Maret 1858 yang antara lain menyatakan bahwa beberapa kebun di Si Pirok yang terletak di perbatasan Padang Lawas dimana ada beberapa kebun yang semua tanaman telah menghasilkan, sementara yang beberapa kebun yang lain baru menghasilkan sebagian saja, dan yang lainnya bahkan belum ada tanaman sama sekali yang menghasilkan.

Kebun-kebun yang dimaksud Hennij yang terletak di perbatasan Padang Lawas ini adalah wilayah perbukitan yang berada di sebelah timur Prausorat yang juga mencapai sisi timur tor Simuapbujing. Pada tahun 1861 W.A Hennij menggantikan Zellner sebagai asisten residen Mandheling en Ankola. Karir Hennij terus meroket menjadi Sekretaris Gubernur.

Kegiatan Misionaris

Sebelum kegiatan misi datang (van Asselt/Belanda dan para misionaris Jerman), penduduk Sipirok sebagian besar sudah menganut agama Islam.

Gerrit van Asselt yang kemudian dikenal sebagai Gustav van Asselt adalah pemuda setengah buta huruf yang ingin menjadi penginjil di kampungnya di Negeri Belanda. Setelah ditolak oleh salah satu organisasi misi karena dianggap terlalu bodoh untuk mempelajari bahasa asing, lalu van Asselt kemudian ada yang menerimanya di Amsterdam untuk belajar di seminaris. G. van Asselt di sekolah ini belajar bahasa Melayu. Tahun 1856 van Asselt tiba di Batavia. Dia meminta izin untuk ke Padang untuk menyebarkan injil di Padangsche Bovenlanden, tetapi ditolak karena di lanskap itu sudah beragama Islam. Lalu pemerintah di Batavia menawarinya menjadi administrator perkebunan kopi di Sipirok sambil menyebarkan Injil[2]. Gustav van Asselt menerimanya lalu diangkat sebagai opziener der derde klasse[3].

Tahun 1857 van Asselt berangkat ke Sipirok bersamaan dengan pengangkatan P. le Maire untuk tugas pengawasan (opziener=pengawas) yang sama di Soeromatinggi. Keduanya menggantikan tugas yang dilakukan oleh T. Gomies tahun sebelumnya. Fungsi ini baru pertama kali diadakan di Ankola (1854) yang berkedudukan di Loemoet yang waktu itu masih bagian dari lanskap Ankola. Opziener pertama adalah P.Goud untuk mendampingi controleur A.J.F. Hammers yang telah berada di Padang Sidempoean 1850. P. Goud digantikan T. Gomies.

Pada tahun 1859 datang tiga pendeta muda ke Sipirok untuk mendampingi van Asselt yang memerankan tugas ‘rangkap jabatan’. Pada waktu itu, sesungguhnya pemerintah Belanda di Batavia masih menganut pemisahan antara tugas pemerintah dan tugas gereja. Ketiga pemuda itu adalah Fiedrich Wilhelm Betz, J. Dammerboer dan J.Ph.D. Koster. Uli Kozok menyebut van Asselt meninggalkan pekerjaan administrator kebun untuk bergabung dengan Betz membuka pos zending. Padahal kenyataannya tidak, sebab Opziener di Sipirok diperankan oleh van Asselt hingga tahun 1862. Betz bertugas di Boengabondar dari tahun 1860 hingga 1869[4]. Dammerboer di Oetarimbaroe dan Koster di Pagaroetan (Ankola).

Bataviaasch handelsblad, 09-03-1861: ‘pada tanggal 14 Februari terjadi gempa besar di Sipirok yang menyebabkan rumah dan bangunan yang seluruhnya runtuh dan tidak satupun yang layak huni... ‘…setelah pagi saya dan orang Eropa lainnya meninjau desa-desa lainnya, sama saja dengan yang kami alami—sangat mengerikan dan penduduk tampak shock. Penduduk sudah mengungsi ke sawah ladang mereka, saya menulis surat ini di halaman di atas sebuah meja…semoga surat ini dapat segera dimuat dan harapan ada yang dapat membantu selimut’.

Kemudian para pendeta Jerman datang. RMG menugaskan Karl Klammer, Carl Wilhelm Heine dan Ernst Ludwig Denninger ke Sipirok. Pada tanggal 7 Oktober 1861 empat penginjil van Asselt dan Betz dari pihak Belanda Heine dan Klammer mengadakan pertemuan atas kesepakatan pimpinan masing-masing[8]. Denninger dan Dammerboer tidak ikut karena Denninger masih di Padang dan Dammerboer meninggalkan zending (di kemudian hari muncul sebagai guru di Kweekschool Padang Sidempoean).

Tidak lama kemudian L.I. Nommensen bergabung di Ankola yang sebelumnya dia ditempatkan di Barus. Tahun 1861 Nommensen melakukan perjalanan ke Silindoeng, tetapi pemerintah melarang menetap, lalu Nommensen kembali ke Prausorat tempat dimana van Asselt berkantor. Pada November 1863 Nommensen kembali tugas ekspedisi ke Silindoeng. Baru pada bulan Mei 1864 Nommensen pindah dan mulai menetap di Silindoeng.

Selama di Prausorat (1861-1862) besar kemungkinan van Asselt berkolaborasi dengan Nommensen untuk mendirikan sekolah rakyat. Menurut M.O. Parlindungan ada dua murid terbaik Nommensen yakni Muhammad Yunus gelar Mangaradja Naposo  dan Sjatif Anwar Harahap gelar Sutan Goenoeng Toea. Dikemudian hari Mangaradja Naposo Siregar dikenal sebagai kakek dari M.O. Parlindungan, sedangkan Soetan Goenoeng Toea adalah kakek dari Amir Sjarifoeddin gelar Goenoeng Soaloon dan Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia. Apakah anda tahun siapa ketiga anak muda asal Sipirok ini di kemudian hari?

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap



[1] Lihat Basyral Hamidy Harahap
[2] Lihat Uli Kozok (2009) yang mengutip Groot (1984)
[3] Ini berbeda dengan yang ditulis oleh M.O. Parlindungan yang menganggap van Asselt sebagai pakhuismeester. Pada saat kedatangan van Asselt pakhuismeester (kepala gudang) baru satu orang di Mandheling en Ankola yakni untuk mengepalai gudang kopi yang satu-satunya berada di Tanobato (Groot Mandheling).
[4] Betz di Boengabondar digantikan oleh Christian Philip Schutz hingga 1912 (selama 44 yahun)
[5] Lihat Uli Kozok (2009) yang mengutip Groot (1984)
[6] Ini berbeda dengan yang ditulis oleh M.O. Parlindungan yang menganggap van Asselt sebagai pakhuismeester. Pada saat kedatangan van Asselt pakhuismeester (kepala gudang) baru satu orang di Mandheling en Ankola yakni untuk mengepalai gudang kopi yang satu-satunya berada di Tanobato (Groot Mandheling).
[7] Betz di Boengabondar digantikan oleh Christian Philip Schutz hingga 1912 (selama 44 yahun)
[8] Tanggal ini disebut sebagai hari jadi HKBP.

Tidak ada komentar: