Rabu, Maret 23, 2016

Sejarah BATANG TORU (7): Agresi Militer Belanda di Afdeeling Padang Sidempuan, Motif Pengamanan Industri Perkebunan



Jembatan Batang Toru: semasa agresi militer Belanda
Batang Toru, pelan tapi pasti hingga tahun 1939 telah menjadi salah satu kota penting di Tapanoeli. Keutamaan Batang Toru timbul karena pengaruh industri perkebunan dan kehadiran orang-orang Eropa/Belanda. Posisi strategis Batang Toru yang berada diantara dua kota besar (Padang Sidempuan dan Sibolga) juga memperkuat positioning Batang Toru sebagai sebuah kota penting. Batang Toru telah melampaui keutamaan kota Sipirok dan kota Panjaboengan. Kota Batang Toru tumbuh dan berkembang dan akan menjadi kota masa depan seperti halnya Medan, Bindjai dan Pematang Siantar (berada di tengah/pusat industri perkebunan). Kota Batang Toru menjadi salah satu dari empat kota di Tapanoeli yang akan membentuk pasukan sukarela yang akan berfungsi sebagai penjaga kota.

De Sumatra post, 10-09-1940: ‘dalam suatu pertemuan besar korps sukarela di lapangan Sibolga pada tanggal 3 September diputuskan untuk membentuk VKT (Vrijwilligers Korps Tapanocli=Korp Sukarela Tapanuli), yang terdiri dari orang Belanda, pribumi dan Tionghoa. Pembentukan ini diharapkan terjadi di Sibolga, Batang Toru, Tarutung dan Padang Sidempuan.

Pada tanggal 19 April 1941, VKT secara resmi diinstal sebagai bagian dari penjaga kota (lihat Soerabaijasch handelsblad, 28-04-1941). Ini dengan sendirinya akan memperkuat ketahanan masyarakat Tapanuli yang didukung oleh het VOC Batang Taroe dan brigade van het detachement Sibolga. Hari itu juga dilakukan defile barisan dari korps yang di bentuk dimana di tribun para undangan yang hadir. Residen berpidato dimana diingatkannya bahwa pada tanggal 10 Mei 1840 pasukan Belanda mulai ditempatkan di Sibolga. Dinyatakannya bahwa ini saatnya korps sukarela mengambil posisi strategis utamanya dalam pelestarian hukum dan ketertiban. Lalu Komandan Territorial Tapanoeli (berpangkat luitenant colonel) berpidato yang intinya bahwa VKT adalah bagian kehormatan dari KNIL (Koninklijke Nederlandsch Indische Leger). Residen dan komandan meninggalkan lapangan, barisan melakukan defile dalam kota yang diakhirnya di rumah Residen dengan suatu perjamuan.

Situasi dan kondisi ini menunjukkan bahwa di Tapanoeli sudah mulai kondusif, para tentara mulai mundur ke markas-markas, para korps sukarela akan memainkan peran yang penting dalam ketertiban dan penerapan hokum dalam mewujudkan tupoksi pemerintahan sipil yang efektif. Yang lebih penting, pelibatan penduduk pribumi sebagai bagian dari korps sukarela mengindikasikan bahwa suasana pemerintahan colonial sudah mengerucut (bergeser menjadi) ke pembentukan civil society (suatu negara berdaulat) yang lepas dari negara induknya, Nederland. Itulah Nederlandsch Indie, dimana Residentie Tapenoeli sebagai bagiannya, dan kota Batang Toru sebagai salah satu dari berbagai kota yang akan menjadi simpul masyarakat sipil. Batang Toru telah sampai ke suatu akhir perjalanan yang panjang, sejak era Hindu (komoditi kamper dan kemenyan) hingga era industry (perkebunan karet).

Pendudukan Jepang di Tapanuli

Sebagaimana kota-kota lain di Nederlandsch Indie (termasuk Batang Toru) mulai lepas landas dalam peradaban sipil, tiba-tiba (disadari atau tidak disadari) suasana berubah drastic 180 derajat. Berita tentang invasi Jepang sudah menduduki tempat-tempat strategis membuat semuanya panic, pemerintah dan militer menjadi gamang, masyarakat (Eropa/Belanda, Tionghoa dan Timur asing serta penduduk pribumi) yang baru merasakan arti kehidupan sipil mulai tertekan dengan perang yang sudah di depan mata.

Serdadu Jepang sudah mendarat di Laboehan Bilik dan serdadu Jepang sudah mendarat di timur Batavia. Serdadu Jepang juga telah menduduki tempat-tempat penting seperti Balikpapan, Palembang dan Riau. Di Tapanoeli, wait and see. Sibolga, Tarutung, Batang Toru dan Padang Sidempuan mulai tidak menentu, bahwa lambat laun serdadu Jepang akan memasuki kota-kota. Dan memang benar, pasukan Jepang telah berada dimana-mana, serdadu-serdadu Jepang dengan cepat memasuki kota-kota penting: Medan, Pematang Siantar, Parapat, Balige, Tarutung, Sibolga, Batang Toru lalu Padang Sidempuan.

Pusat militer Jepang tidak di Sibolga dan juga tidak di Padang Sidempuan (sebagaimana di era Belanda). Kekuatan militer Jepang dipusatkan di Tarutung dan di kota ini pemerintahan militer Jepang mulai membentuk pemerintahan dimana pimpinannya orang Jepang dan wakilnya orang-orang terbaik dari penduduk pribumi. Salah satu putra terbaik Angkola, Abdul Hakim mantan pimpinan kementerian keuangan Nederlandsch Indie di Indonesia Timur yang berkedudukan di Makasar dan kebetulan pulang kampong karena ayahnya meninggal direkrut militer Jepang sebagai ketua dewan Tapanoeli di Tarutung. Fungsi Abdul Hakim adalah untuk mempersiapkan dewan dan menyusun pemerintahan di Tapanoeli.

Di Surabaya, seorang putra terbaik Mandailing, Radjamin Nasoetion diangkat oleh militer Jepang untuk menjabat sebagai wakil walikota Surabaya. Radjamin Nasoetion sebelumnya (di era Belanda) pada tahun 1938 adalah anggota dewan kota (gementeeraad) Surabaya. Posisi dewan kota juga pernah ditempati oleh Abdul Hakim selama tujuh tahun di Medan (sejak 1930). Pada pemerintahan militer Jepang Abdul Hakim menjadi wakil residen Tapenoeli  (kelak pada tahun 1952, Abdul Hakim Harahap menjadi gubernur Sumatra Utara yang keempat).  

Bagaimana situasi dan kondisi selama pendudukan Jepang di Batang Toru tidak diketahui secara jelas. Informasi selama pendudukan Jepang sangat terbatas (terpusat), media yang bebas selama era Belanda tidak dirasakan lagi. Bagaimana perkembangan kota Batang Toru dan bagaimana nasib perkebunan-perkebunan karet di Batang Toru dan sekitarnya juga tidak diketahui. Pendudukan Jepang di Tapanoeli dan khususnya di Batang Toru adalah malapetaka. Pendudukan Jepang telah menutup segala pintu informasi tentang Batang Toru. Selama pendudukan Jepang Batang Toru seakan lenyap ditelan bumi.

Tunggu deskripsi lebih lanjut

Bersambung:
Sejarah BATANG TORU (8): Putra-Putri Terbaik Batang Toru di Perantauan


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: