Rabu, Juni 15, 2016

Sejarah Kota Medan (23): Radja Goenoeng, Gemeenteraad Medan Pertama; Mangaradja Soangkoepon, Volksraad Seumur Hidup dari Sumatera Timur



Cikal bakal institusi dewan (raad) di Medan adalah Gemeentefond. Dewan pertama yang dibentuk adalah Afdeelingraad Deli berkedudukan di Medan. Jumlah anggota sebanyak 21 orang yang mulai bersidang secara resmi 1 April 1906 yang diketuai oleh Asisten Residen. Kemudian di dalam kota Medan dibentuk gemeeteraad tahun 1912 yang dalam perkembangannya diketuai oleh walikota (burgermeester) tahun 1918 sehubungan dengan berubahnya status kota Medan menjadi sebuah kota (gemeente).

Kota-kota lain di Sumatra’s Oostkust yang memiliki gemeeteraad adalah Pematang Siantar, Bindjei, Tebing Tinggi dan Tandjong Balei. Sedangkan di Residentie Tapanoeli, belum ada gemeenteraad. Yang ada adalah afdeelingraad seperti Afdeelingraad Deli. Uniknya, dewan di Tapanoeli ini hanya satu-satunya dan wilayah konstituenya hanya sebatas onderafdeeling. Dewan yang ada di Residentie Tapanoeli itu terdapat di Onderfadeeling Angkola en Sipirok (yang berpusat di Padang Sidempuan). Jumlah anggota dewan sebanyak 23 orang (lebih banyak dari Afdeelingraad Deli yang hanya berjumlah 21 orang).

Pada pemilihan umum untuk anggota dewan pusat (Volksraad) di Batavia, pada tahun 1927 Sumatera dibagi menjadi empat dapil. Selain dapil Province Sumatra’s Oostkust, Province Sumatra’s Westkust dan dapil Zuid Sumatra, juga dibentuk dapil Noord Sumatra. Inilah awal pertama kali nama Sumatera Utara (Noord Sumatra) muncul. Dapil Noord Sumatra terdiri dari Residentie Tapanoeli plus Residentie Atjeh. Dalam perkembangan lebih lanjut (pasca kemerdekaan RI), Noord Sumatra terdiri dari Tapanoeli, Atjeh dan Sumatera Timur. Selanjutnya  Atjeh dibentuk menjadi satu provinsi sendiri, sementara Tapanoeli dan Sumatera Timur digabung menjadi satu provinsi yang diberi nama Sumatera Utara—nama yang telah lama melekat pada Tapanoeli (sejak 1927).

Radja Goenoeng, Pribumi Pertama Anggota Dewan Kota Medan

Pada tahun 1918 untuk kali pertama anggota dewan (gemeenteraad) Medan diangkat setelah melalui proses pemilihan (pilkada). Salah satu dari tiga orang non Eropa adalah Radja Goenoeng (De Sumatra post, 16-07-1918). Ini mengindikasikan bahwa Radja Goenoeng adalah orang pribumi pertama yang berasal dari Sumatera Utara yang duduk sebagai anggota dewan Kota Medan.  

Jumlah non Eropa pada tahun 1919 bertambah menjadi lima orang. Tambahan dua orang ini bukan melalui pemilihan tetapi ditunjuk untuk menggantikan kursi orang Eropa. Salah satu anggota dewan yang menggantikan tersebut adalah Mr. Alinoedin, hakim di pengadilan Medan. Yang dikategorikan sebagai non Eropa adalah penduduk asli (pribumi) dan orang Asia lainnya. Dalam perkembangannya jumlah anggota dewan kota dari kalangan non Eropa di Medan menjadi enam orang. Jumlah ini telah meningkat dua kali lipat jika dibandingkan jumlah anggota dewan non Eropa pada tahun 1918

Dewan Kota (gemeeteraad) Medan sejak 1918
Dewan Kota Medan sendiri dibentuk dan anggotanya diangkat pertama kali tahun 1912. Hal ini sehubungan dengan dibentuknya Medan sebagai sebuah gemeente (kota) yang resmi diberlakukan sejak tanggal 1 April 1909. Dengan dipromosikannya Medan sebagai Gemeente (Kota), maka di Medan terdapat dua pusat pemerintahan: pemerintahan kota dan pemeritahan afdeeling (kabupaten). Pemerintahan Kota (Gemeete) dikepalai oleh seorang walikota (burgermeester) dan pemerintahan afdeeling tetap dipimpin oleh Asisten Residen. Yang diangkat sebagai walikota pertama adalah Baron Daniel Mackay dan Gemeenteraad menjadi dipimpin oleh Burgermeester. Gemeenteraad sendiri adalah periode gemeeteraad yang ketiga sejak 1 April 1909.

Anggota dewan selama periode 1912-1918 merupakan pengangkatan oleh pemerintah pusat di Batavia terhadap sejumlah pemimpin yang relevan, seperti kepala kantor pemerintah, direktur perusahaan perkebunan, lapten Cina dan Sultan. Mereka ini tampaknya tidak digaji, malah sebaliknya anggota dewan tersebut justru diminta memberi kontribusi dalam pembangunan kota (masih bersifat fisik).  


Sebelum terbentuknya dewan kota (gemeenteraad), institusi yang ada adalah Dana Kota (Gementeefond) termasuk di dalamnya pimpinan Deli Mij dan Tjong A Fie sebagai anggota. Komisi Dana Kota adalah suatu inisiatif pemerintah membentuk kepanitiaan untuk melibatkan swasta dalam ikut berpartisipasi dalam pembangunan kota. Kepanitiaan ini terdiri dari swasta dimana panitia dikepalai oleh Presiden (ibarat pada masa kini Komite Sekolah). Presiden Dana Kota dalam hal ini adalah Resident.

Kepanitiaan ini mengumpulkan uang dari para anggotanya untuk dianggarkan ke dalam berbagai pembangunan kota seperti perbaikan jalan, drainasi, selokan dan lain sebagainya. Selain anggota memberikan uang juga didorong untuk secara independen melakukan inisiatif sendiri, seperti membangun taman, jalan, jembatan, hiasan kota dan sebagainya. Komisi Dana Kota menjadi semacam embirio Dewan.

De Sumatra post, 19-04-1899 (Cremeentefonds): ‘pertemuan diadakan 30 Maret 1899 di di rumah Presiden.. dilaporkan anggaran tahun 1898 sebesar 18 700 telah membnegkak sebesar 2500. Anggaran ini telah digunakan untuk pembangunan gorong-gorong, drainase…inisiatif swasta sangat diharapkan.. Hcrckenrath pembangunan pasokan air, melalui filter pasir disaring air sungai yang akan dipompa ke reservoir tinggi,.. penerangan jalan oleh Perusahaan Listrik Medan.. Presiden menginformasikan niat anggota Tjong A Fie untuk menyumbangkan taman kota antara kantor hoofdmantri dengan  dan jembatan di atas Deli- sungai dekat penjara polisi.’

Dana Kota (Gementeefond) kemudian berubah menjadi Negorij-raad lalu namanya berubah menjadi Afdeelingsraad Pada tanggali 1 April 1906 anggota Afdeelingsraad secara resmi diangkat. Jumlahnya sebanyak 21 orang. Anggota non Eropa sebanyak empat orang yang merupakan pimpinan dari komunitas masing-masing: Melayu, India, Tionghoa dan Karo dusun. Untuk komunitas Batak diwakili oleh controleur untuk Sunggal.

De Sumatra post, 04-08-1905: Negorij-raad. pertemuan 24 Juli 1905 di rumah Presiden. Untuk 91 / jam Pertemuan dibuka, hanya Toengkoe gede tidak hadir karena berkabung. Risalah pertemuan voige dibaca oleh Secretaria yang kemudian ca disetujui. Kapten dan Mayor dana yang ditunjuk Cina yang akan digunakan untuk menutupi biaya rumah sakit Cina, yang saat ini rumah lebih dari 200 pasien yang dirawat. permintaan kapten akan diizinkan dengan ketentuan sebagai berikut: le. bahwa iv otorisasi harus menentukan bahwa hasil yang akan selalu digunakan untuk kepentingan Cina rumah sakit. Kemudian bötunield permintaan dari dokter hewan Gouveruements kepadanya oleh sejumlah NLG 100.

De Sumatra post, 13-03-1906. Delische Afdeelinggraad. Di bawah dagteekeaing hari ini ditularkan kepada kita dari Weltevreden, yang ditunjuk sebagai anggota efek nit Deli Chen Afdealingsraad dari 1 April 1906 Dari 21 anggota sehingga 11 petugas milik cabang yang berbeda dari layanan, empat wakil dari Pribumi dan Timur Asing, yakni: Amaloedin, Toengkoe Besar dari Deli, Datu Sri Lela Setia Raja, kepala Sapoaloeh Doawa Kota, Mohaoaad Alie, Ketua det Klingaleezen, Tjong A Fie, kapten Cina di Medan, CLJD Kok, controller untuk urusan Batak di Soenggal. Dari 1 April di akan ada keterbukaan dalam penanganan urusan Delian

Pada tahun 1912 untuk menjadi anggota dewan bagi orang Eropa harus melalui pemilihan. Untuk anggota pribumi dan timur asing masih diwakili oleh para pemimpinnya. Pada tahun 1918 untuk menjadi anggota dewan kota Medan bagi pribumi dilakukan dengan format baru: melalui pemilihan (pemilu).Ini untuk kali pertama anggota dewan tidak lagi ditunjuk tetapi harus bersaing melalui pemilihan. Para pemilih dibagi ke dalam kelompok Eropa, pribumi dan timur asing. Untuk pemilih orang Eropa adalah syaratnya dewasa (17 tahun), tetapi untuk orang pribumi dan timur asing mensyaratkan calon pemilih didasarkan pada criteria tingkat pendapatan tertentu. Jadi, tidak semua penduduk dewasa orang pribumi dan timur asing sebagai pemilih.

Dewan di Kota-Kota Lainnya

Preanger-bode, 01-02-1921
Pada tahun 1921 hanya terdapat 53 kota/daerah yang memiliki anggota dewan. Sebagaimana dilaporkan Preanger-bode, 01-02-1921, terdapat sebanyak 767 anggota non-Eropa. dan di Sumatra’Oostkust selain Medan juga terdapat lima kota (gemeente) yang memiliki dewan kota, Kota Pematang Siantar (8), Kota Tandjong Balai (6), Kota Medan (6), Kota Bindjei (6) dan Kota Tebing Tinggi (9). Selain kota-kota tersebut, juga terdapat dewan pada afdeeling (Kabupaten) Oostkust Sumatra yang jumlahnya sebanyak 21 orang non Eropa.

Di Residentie Tapanoeli tidak terdapat gemeete. Dari sejumlah daerah yang ada, hanya satu daerah (gewest) yang memiliki dewan, yakni di Onder afdeeling Angkola en Sipirok. Jumlah anggota dewan sebanyak 23 orang. Mungkin ini sepintas agak aneh, karena Sibolga sebagai ibukota Residentie Tapanoeli tidak terdapat dewan. Bahkan dewan pada tingkat afdeeling di Afdeeling Padang Sidempuan tidak ada. Sebagaimana diketahui Angkola en Sipirok hanyalah salah satu onderafdeeling yang terdapat di Afdeeling Padang Sidempuan.

Kota Padang Sidempuan bukanlah sebuah gemeete (Kota). Akan tetapi kota Padang Sidempuan selain ibukota Afdeeling Padang Sidempuan, juga ibukota dari onderafdeeling Angkola en Sipirok. Sedangkan Oostkust Sumatra adalah sebuah afdeeling. Ini berarti pembentukan dewan tidak seragam dalam karakteristik. Sedangkan pembentukan dewan di dalam gemeete (kota) bersifat seragam. Yang membedakan adalah jumlah anggota dewan, semain besar sebuah kota semakin banyak jumlah anggota dewan.

Lantas apa yang menjadi persyaratan (alasan) di dalam suatu kota (gemeente) atau daerah (gewest) dibentuk sebuah dewan. Boleh jadi pertimbangannya hanya berdasarkan aspek kebutuhan dan aspek ketersediaan (berdasarkan paradigm kolonisasi). Aspek kebutuhan mengindikasikan kota atau daerah dibutuhkan suatu dewan untuk menghasilkan payung hukum (semacam perda) yang akan digunakan oleh pemerintah setempat (burgermeester atau asisten residen/Residen) karena besarnya resources yang ada (jumlah penduduk, tingkat produksi dan level dinamika masyarakat). Aspek ketersediaan mengindikasikan tersedianya figure intelektual yang mampu mengusulkan produk-produk hukum. Ketersediaan dalam hal ini mencerminkan keterwakilan konstituennya di dalam suatu dewan.

Sebagai contoh kasus adalah kota Medan dan Onderafdeeling Angkola en Sipirok. Di Medan, figure yang muncul dalam dewan antara lain, walikota, kepala PU, wakil perusahaan perkebunan, pemimpin Tionghoa, wakil kesultanan, figure pribumi (yang berasal dari tokoh pendidikan, kesehatan dan pengadilan. Sementara di onderafdeeling Ankola en Sipirok, asisten residen, wakil perusahaan perkebunan, pedagang, pemilik media, dan sebagainya.

Dari karakteristik dewan berdasarkan konstituen tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya dewan di suatu kota/daerah mengindikasikan tingkat dinamika masyarakat yang tinggi (pada basis potensi resourccs). Dengan mengacu pada karakteristik tersebut dapat dipahami mengapa onderafdeeling (kecamatan) Angkola en Sipirok perlu dibentuk sebuah dewan.
Ketika Medan maih kampung, Padang Sidempuan sudah kota

Padang Sidempuan adalah kota pertama di Sumatera Utara dan kota terbesar di Tapanuli. Di kota ini fasilitas ekonomi, pendidikan dan kesehatan sudah tersedia. Sejumlah media sudah muncul. Pergerakan orang dan barang terbilang tinggi. Warga kota sangat dinamis, siswa-siswanya banyak yang sekolah tidak hanya di Batavia tetapi juga ke luar negeri. Para terpelajar dan pengusaha yang berhasil dari kota ini sudah tersebar di berbagai kota dan berbagai daerah. Hubungan antara perantau dengan kampong halaman masih terbilang intens.

Anggota Dewan Asal Padang Sidempuan

Radja Goenoeng yang menjadi anggota pribumi dewan kota Medan adalah penilik sekolah di Medan. Kajamoedin Harahap gelar Radja Goenoeng, alumni Kweekschool Fort de Kock adalah seorang guru di berbagai tempat di Tapanoeli sebelum diangkat menjadi penilik sekolah di Medan. Anggota dewan kota Medan setelah Radja Goenoeng adalah Abdullah Lubis (Direktur Pewarta Deli), Abdul Hakim Harahap, pejabat bea dan cukai di Medan, GB Josua (alumni Belanda, pemilik sekolah), Soeleiman Hasiboean (pengusaha) dan Dr. Gindo Siregar (dokter).

Di Pematang Siantar juga terdapat anggota dewan yang berasal dari Padang Sidempuan, seperti Dr. Mohamad Hamzah Harahap (pejabat kesehatan dan anggota dewan pribumi pertama), Madong Lubis (guru Normaal School) dan Soetan Martoewa Radja (guru Normaal School). Sementara itu di Kota Tebing Tinggi terdapat anggota dewan kota asal Padang Sidempuan seperti Soetan Batang Taris. Sedangkan di kota Tandjong Balai terdapat Mangaradja Soangkoepon. Juga di kota Bindjai terdapat anggota dewan yang berasal dari Padang Sidempoean.

Anggota dewan yang berasal dari Padang Sidempuan juga terdapat di Minangkabauraad (Abdul Azis Nasoetion), di Kota Surabaya (Dr. Radjamin Nasoetion).

Empat Anggota Volksraad Berasal dari Padang Sidempuan

Pada tahun 1924 untuk kali pertama di Volksraad wakil pribumi ditentukan melalui pemilihan. Jumlah kursi untuk keseluruhan Sumatera hanya satu orang alias satu kursi saja. Jumlah kandidat dari Padang Sidempuan terbilang cukup banyak, yakni: Dr. Abdoel Rasjid (dokter di Kotanopan), Mr. Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia (HIS Kotanopan), Mr. Mangaradja Soangkoepon (comm. BB Tandjong Balei), Dr. Abdul Hakim (dokter di Padang), Kajamoedin gelar Radja Goenoeng (schoolopz. Medan) (lihat De Indische courant, 02-01-1924). Yang menjadi kandidat terpilih pada ‘pilkada’ pertama ini adalah Abdoel Moeis dari daerah asal Sumatra’s Westkust.

Pada periode berikutnya, Sumatera mendapat jatah empat kursi di Volksraad. Masing-masing satu kursi dari empat daerah pemilihan (dapil): Province Sumatra’s Westkust, Zuid Sumatra (Residentie Palembang, Lampoeng dan Bengkoelen), Province Sumatra’s Oostkust dan Nord Sumatra. Yang dimaksud Noord Sumatra dalam hal ini adalah gabungan Residentie Tapanoeli dan Residentie Atjeh. Ini untuk kali pertama nama Nord Sumatra muncul sebagai suatu wilayah administrasi (pemilihan).

Di dapil Province Sumatra’s Oostkust pada tahun 1927, anggota dewan kota (gemeeteraad) Tandjoeng Balei, Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon mencalonkan diri untuk Volksraad (di Batavia) mewakili dapil Oost Sumatra. Mangaradja Soangkoepon, berhasil mengalahkan lawan-lawannya dan melenggang ke ‘Senayan’ (waktu itu di Pajambon). Sementara dari dapil Nord Sumatra yang terpilih adalah Dr. Alimoesa Harahap yang berasal dari wilayah Residentie Tapanoeli, seorang pejabat di Pematang Siantar. Ini dengan sendirinya, dua dari empat wakil dari Sumatera berasal dari Padang Sidempuan.

Pada tahun 1930 telah mulai dilakukan penjajakan untuk Volksraad periode berikutnya dari daerah asal Tapanoeli. Sebelumnya yang mewakili Tapanoeli adalah Ali Moesa dari Koeriabond. Oetoesan Sumatra mengabarkan bahwa kandidat yang ada saat ini adalah Dr. Abdul Rasjid, M. Soangkoepon, anggota Volksraad (incumbent), Abdul Azis Nasoetion, Direktur sekolah pertanian di Fort de Kock dan Mr. Alinoedin Siregar, Ph.D di Buitenzorg. Dari nama-nama tersebut akhirnya anggota dewan mewakili Tapanoeli adalah Abdul Rasjid, sementara Abdul Firman gelar Mangaradja Soangkoepon mewakili dapil Sumatra Timur. Ini untuk kali kedua Mangaradja Soangkoepon ke Pedjambon yang akan bergandengan tangan dengan Abdul Rasjid dari dapil Nord Sumatra. Dr. Abdul Rasjid dan Mr. Mangaradja Soangkoepon adalah abang-adik yang berasal dari Padang Sidempuan.

Pada pertengahan Oktober 1934 akan dilakukan pemilihan anggota dewan untuk Volksraads. Dalam fase penjaringan di wilayah Tapanoeli, terdaftar tiga orang kandidat yakni. Abdul Firman (kini menjadi guru HIS di Padang Sidempuan), Soetan Parlindoengan, demang di Kotanopan dan Radjamin Nasoetion, pegawai bea dan cukai di Surabaya. Persatuan kuria masih menginginkan Ali Moesa yang menjadi kandidat. Anggota Dewan Volksraad mewakili wilayah ini sebelumnya adalah Dr. Andul Rasjid. Untuk pemilihan mendatang, nama Abdul Rasjid belum ada yang mengusulkan. Namun pada ‘detik-detik terakhir’ muncul dan menguat dua kandidat yakni Abdul Rasjid dan Mr. Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D. Akhirnya yang menang mewakili Nord Sumatra di tahun 1935 adalah Abdul Rasjid. Sementara, Abdul Firman Siregar gelar Maharadja Soangkoepon masih bisa bersaing dan terpilih mewakili Sumatra Timur. Abdul Firman untuk periode ketiga dan Abdul Rasjid untuk periode kedua di Volksraad.

Di Batavia, proses penyusunan kelengkapan anggota dewan Volksraads terus diolah. Anggota yang mewakili wilayah sudah final. Namun anggota dewan yang ditunjuk masih terus berlangsung. Nama Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia mengemuka di Batavia. De Sumatra post, 16-05-1935 memberitakan nama-nama lengkap anggota Dewan Volksraad dimana di dalamnya termasuk Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia.sebagai anggota dewan yang ditunjuk. Ini menunjukkan bahwa di Volksraad terdapat tiga orang anggota dewan berasal dari Padang Sidempuan.

Pada periode berikutnya wakil terpilih dari dapil Nord Sumatra adalah Dr. Abdul Rasjid dan dari dapil Sumatra’s Ooskust adalah Mangaradja Soangkoepon. Periode ini akhirnya periode terakhir Volksraad di era pemerintahan colonial Belanda. Ini menunjukkan bahwa dua bersaudara tetap ke Pedjambon dan secara khusus Mangaradja Soangkoepon adalah anggota dewan Volksraad seumur hidup dari dapil Province Sumatra’s Oostkust. Pada periode terakhir (1938-1942) Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia tetap menuju Pendjambon. Last but not least: dari dapil Oost Java muncul nama Radjamin Nasoetion ke Volksraad. Radjamin Nasoetion (anggota dewan kota senior Kota Surabaya) merupakan anggota Volksraad pengganti (recall). Dengan demikian, di Volkstraad pada periode terakhir sebelum perang, terdapat empat anggota Volksraad yang berasal dari Padang Sidempuan.

Penutup

Pembentukan suatu Dewan di Sumatera Utara secara resmi dimulai di Medan pada tahun 1912. Anggota Dewan dipilih secara langsung bagi wakil pribumi baru dimulai tahun 1918. Anggota pribumi pertama yang terpilih adalah  Kajamoedin Harahap gelar Radja Goenoeng. Sedangkan anggota dewan pusat (Volksraad) dari Sumatera Utara yang pertama kali terpilih (1927) adalah Dr. Alimoesa Harahap dari dapil Noord Sumatra (Tapanolei plus Atje) dan Mr. Mangaradja Soeangkoepon dari dapil Sumatra’s Oostkust. Keduanya berasak dari Padang Sidempuan. Pada tahun ini (1927) nama Noord Sumatra diperkenalkan.

Pada masa ini, provinsi Sumatera Utara pada awalnya merupakan gabungan Tapanoeli dan Sumatera Timur. Adanya kasak-kasuk pemekaran provinsi Sumatera Utara dimana Tapanuli menjadi provinsi sendiri tidaklah beralasan. Sebab nama Sumatera Utara sudah lebih awal melekat pada Tapanuli. Dengan kata lain, Nama Sumatera Utara adalah warisan dari Tapanuli. Pemberian nama yang tepat, logikanya Sumatera Utara dimekarkan dengan membentuk provinsi baru, Sumatera Timur. Namun kenyataannya, Sumatera Timur tidak tengah ingin memisahkan diri. Oleh karenanya, Sumatera Utara seharusnya apa adanya seperti yang sekarang. Pembentukan provinsi baru, Provinsi Tapanuli adalah suatu pengingkaran terhadap sejarah.



*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe

Tidak ada komentar: