Selasa, Juni 28, 2016

Sejarah Kota Medan (26): Sutan Parlindungan; Tokoh Terkenal di Medan; Murid Willem Iskander yang Menjadi Editor Pewarta Deli



Surat kabar Pewarta Deli di Medan  (1909-1946)
Sutan Parlindungan adalah ‘mata rantai’ yang menjadi penghubung antara Willem Iskander dengan Kota Medan. Sutan Parlindungan juga adalah ‘mata rantai’ yang menjadi penghubung antara sekolah guru (kweekschool) di Tanobato dengan Kweekschool Padang Sidempuan. Sutan Parlindungan adalah murid Willem Iskander. Sutan Parlindungan adalah guru bahasa Batak di Kweekschool Padang Sidempuan. Setelah pension menjadi guru, Sutan Parlindungan pernah menjadi jaksa sebelum menjadi editor Pewarta Deli. Sutan Parlindungan, tokoh terkenal di Medan meninggal dunia setelah sakit singkat pada usia tua, 86 tahun (De Sumatra post, 13-06-1934).

Sutan Parlindungan murid Willem Iskander

Sutan Parlindungan adalah boleh jadi satu-satunya murid Willem Iskander yang jauh merantau ke Medan. Sutan Parlindungan bersekolah di sekolah guru (kweekschool) yang didirikan oleh Willem Iskander di huta Tanbobato, afdeeling Mandheling en Ankola.  Di sekolah guru ini, Willem Iskander adalah satu-satunya guru yang juga merangkap sebagai kepala sekolah (direktur). Sekolah guru ini dibuka tahun 1862 dan kemudian ditutup tahun 1874. Sutan Parlindungan mengikuti sekolah guru asuhan Willem Iskander antara tahun-tahun tersebut.

Afdeeling Mandheling en Ankola menjadi bagian dari pemerintah colonial Belanda tahun 1833. Setelah berakhirnya perang Bondjol dan perang Pertibie tahun 1841 pemerintahan sipil dimulai di afdeeling Mandheling en Ankola dengan ibukota di Panjaboengan. Pada tahun 1848 AP Godon diangkat sebagai asisten Residen yang keempat. Istri AP Godon berinisiatif mendidik sejumlah anak-anak pribumi. Pada tahun 1854 dua diantaranya, Si Asta dan Si Angan diterima di Docter Djawa School di Batavia. Satu lagi anak didik istri AP Godon bernama Si Sati berinisiatif untuk melanjutkan sekolah ke Belanda. Setelah melalui proses yang panjang dan disetujui dewan (volksraad) di Batavia, Si Sati berangkat tahun 1857 bersama keluarga AP Godon yang akan cuti ke Belanda. Si Sati Nasution yang telah mengubah namanya menjadi Willem Iskander lulus dan mendapat sertifikat guru di Harlem kembali ke kampong halaman tahun 1861. Willem Iskander tidak menjadi guru di sekolah guru yang ada seperti Fort de Kock (dibuka 1856), tetapi berinisiatif mendirikan sekolah guru di afdeeling Mandheling en Ankola tahun. Letak sekolah yang dipilih di huta Tanobato (suatu daerah yang sejuk dipinggir jalan menuju ke Natal). Kweekschool Tanobato secara resmi dibuka tahun 1862. Tiga tahun berikutnya (1865), karena dianggap berkualitas, sekolah guru ini diakuisisi pemerintah sebagai kweekschhol negeri. Dua tahun berikutnya (1867), sekolah guru ini diapresiasi sebagai sekolah guru terbaik di Sumatra (juga telah mengungguli Kweekschool Fort de Kock). Sekolah guru ini tidak hanya menghasilkan lulusan yang baik tetapi juga menjadi guru-guru yang berdedikasi, membangun sekolah dan juga menulis buku-buku pelajaran sendiri. Murid-murid Willem Iskander mengikuti dirinya yang sejak tahun 1862 sudah menulis buku-buku pelajaran. Buku-buku pelajaran yang ditulis oleh Willem Iskander dan juga guru-guru eks muridnya yang diterbitkan di Padang dan Batavia. Untuk mengkloning model sekolah guru di Tanobato ini, pemerintah colonial mengirim guru-guru pribumi untuk studi ke Belanda yang dipimpin oleh Willem Iskander (1875). Oleh karena itu Kweekschool Tanobato ditutup tahun 1874. Willem Iskander juga mendapat beasiswa untuk mendapatkan akte kepala sekolah yang akan direncanakan menjadi sekolah guru yang lebih besar yang akan dibuka di Padang Sidempuan tahun 1879. Namun sayang, Willem Iskander dan guru-guru yang bersamanya ke Belanda tidak kembali karena dilaporkan semuanya meninggal dunia karena alasan yang berbeda-beda.  

Sutan Parlindungan setelah lulus Kweekschool Tanobato diangkat menjadi guru di afdeeling Mandheling en Ankola. Sebagaimana Willem Iskander dan eks murid-muridnya yang menjadi guru dan menulis buku pelajaran, Sutan Parlindungan juga menulis buku. Salah satu buku yang ditulis Sutan Parlindungan adalah berjudul Kitab Pengadjaran yang diterbitkan di Batavia tahun 1883. Buku ini besar dugaan berisi metode pengajaran (membuat kurikulum, teknik mengajar dan cara mengevaluasi). Dari berbagai buku yang ditulis oleh Willem Iskander dan alumni Kweekschool Tanobato hanya buku Sutan Parlindungan tersebut yang diberi judul dengan bahasa Melayu (selebihnya dengan bahasa Mandailing/Angkola).

Buku Kitab Pengadjaran tersebut besar kemungkinan ditulis ketika Sutan Parlindungan sudah diangkat menjadi asisten guru di Kweekschool Padang Sidempuan. Sutan Parlindungan diduga adalah Guru Batak yang mengajar di Kweekschool Padang Sidempuan sebagaimana disebut MO Parlindungan dalam bukunya Tuanku Rao (terbit 1864).

Kweekschool Padang Sidempuan dibuka pada tahun 1879 dengan direktur pertama Mr. Harmsen. Kemudian pada tahun 1885 salah satu guru Kweekschool Padang Sidempuan bernama Charles Adrian van Ophuijsen diangkat diangkat menjadi direktur sekolah (yang dijalaninya selama lima tahun). Selama sekolah guru kelas-A ini dibawah direktur van Ophuijsen diapresiasi pemerintah sebagai sekolah guru terbaik di Nederlandsch Indie (Hindia Belanda). Beberapa alumni terkenal dari sekolah guru terbaik ini adalah: Dja Endar Moeda (Radja Persuratkabaran Sumatra, Pendiri Pewarta Deli); Soetan Casajangan (mahasiswa kedua studi di Belanda, 1905 dan pendiri Indische Vereeniging, 1908); Mnagaradja Salambuwe (editor Pertja Timor di Medan 1902-1908); dan Soetan Martoewa Radja (ayah dari MO Parlindungan).

Pada tahun 1891 Kweekschool Padang Sidempuan diberitakan di Batavia akan ditutup karena anggaran pemerintah deficit. Alumni terakhir salah satu diantaranya Soetan Martoewa Radja (lulus 1893). Untuk siswa yang belum lulus disarankan untuk melanjutkan studinya ke Kweekschool Fort de Kock. Salah satu siswa yang belum lulus tersebut adalah Mangaradja Salambuwe (anak Dr. Asta, siswa pertama yang diterima di Docter Djawa School dari luar Jawa tahun 1854). Mangaradja Salamboewe tidak meneruskan sekolahnya, tetapi melamar sebagai pegawai (schrijver) di kantor Resident Tapanoeli di Sibolga. Sementara itu, guru-guru Kweekschool Padang Sidempuan dipindahkan ke tempat lain. Sutan Parlindungan tidak dipindahkan sebagai guru, tetapi diangkat menjadi wakil jaksa di Kotanopan.

De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 14-03-1892: Diangkat, Inlandsch adjunct Djaksa di Kerapatan Batang Toru, saat ini Inlandsch adjunct Djaksa di Kerapatan Kotanopan, Si Janas gelar Mangaradja Parlindoengan’.

Java-bodee: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-09-1896: ‘Dipindah ke Sipirok Si Janas gelar Mangaradja Parlindoengan, Inlandsch adjunct Djaksa yang saat ini di Kerapatan di Batang Toru’.

Sutan Parlindungan pada saat itu nama lengkapnya adalah Si Janas gelar Mangaradja Parlindoengan. Mangaradja Parlindoengan juga kerap disingkat menjadi Dja Parlindoengan. Beberapa jaksa yang diangkat pada waktu itu adalah Si Mohamad Ali gelar Radja Moelia, Si Ephraim gelar Soetan Goenoeng Toewa (kakek dari Amir Sjarifoedin Harahap, Perdana Menteri RI). Jaksa-jaksa tersebut secara periodic mengalami mutasi. Mangaradja Parlindoengan dan Soetan Goenoeng Toewa pernah bertugas sebagai jaksa di Medan.

Sutan Parlindungan menjadi editor Pewarta Deli

Beberapa guru yang berasal dari afdeeling Padang Sidempuan (sebelumnya, 1905 bernama afdeeling Mandheling en Ankola) yang menjadi editor surat kabar adalah (Mangara)Dja Endar Moeda (Pertja Barat, 1897), Dja Endar Bongsoe (Pertja Barat, 1905), Soetan Casajangan (Bintang Hindia dan Bintang Perniagaan di Belanda, 1909). Mereka adalah alumni Kweekschool Padang Sidempuan. Mangaradja Salamboewe, alumni Kweekschool Padang Sidempuan, meski tidak menjadi guru, tetapi penulis di kantor residen lalu diangkat menjadi jaksa di Natal. Mangaradja Salamboewe mundur sebagai djaksa dan merantau ke Medan lalu direkrut menjadi editor surat kabar Pertja Timor (1902). Mereka ini adalah murid-murid Charles Adrian van Ophuijsen.

Sutan Parlindungan adalah kasus khusus (sangat langka). Sutan Parlindungan adalah guru, bukan alumni Kweekschool Padang Sidempuan tetapi alumni Kweekschool Tanobato. Sutan Parlindungan adalah teman sejawat Charles Adrian van Opuijsen (sesame guru) di Kweekschool Padang Sidempuan.Itu berarti, senior Sutan Parlindungan jauh lebih tua dari juniornya seperti Dja Endar Moeda dan Mangaradja Salamboewe, namun semangat untuk berkiprah di jurnalistik tidak kalah dengan para juniornya. Sutan Parlindungan awalnya bekerja sebagai redaktur di Pertja Timor dimana yang menjadi kepala editor justru bekas anak didiknya di Kweekschool Padang Sidempuan. Mangaradja Salamboewe setelah mundur dari jaksa 1901 menjadi editor di Pertja Timor, sementara Sutan Palindungan masih berdinas sebagai jaksa. Besar kemungkinan setelah pension menjadi jaksa, Mangaradja Salamboewe mengajak sang guru untuk menjadi redaktur di Pertja Timor. Meski keduanya berbeda umur (beda generasi) namun keduanya memiliki pengalaman yang sama (sekolah guru dan jaksa) dan juga memiliki semangat juang sama dalam soal keadilan. Itulah Sutan Parlindungan.

Mangaradja Salamboewe meninggal pada usia muda pada tanggal 28 Mei 1908. Sementara Sutan Parlindungan, sang guru masih hidup dan justru baru memulai babak baru di bidang jurnalistik. Sutan Parlindungan seperti yang akan kita lihat masih kuat di usia tua untuk urusan jurnalistik ketika anak-anak didiknya sudah meninggal dunia: Mangaradja Salamboewe (1908 dalam usia 35 tahun); Dja Endar Moeda (1926 dalam usia 64 tahun); dan Soetan Casajangan (1929 dalam usia 54 tahun).

Sutan Parlindungan terus berjuang tapi kini di bidang jurnalistik. Dja Endar Moeda pernah mengatakan (1898) bahwa pendidikan dan jurnalistik sama-sama penting, keduanya sama-sama untuk mencerdasakan bangsa. Inilah kalau guru yang berbicara. Dja Endar Moeda setelah terkena kasus delik pers di Padang (Pertja Barat) lalu diuhukum cambuk dan diusir dari Padang lalu Dja Endar Moeda hijrah ke Medan. Pada tahun 1909 Dja Endar Moeda mendirikan surat kabar Pewarta Deli. Kemudian, Dja Endar Moeda digantikan oleh Panoesoenan gelar Soetan Zeri Moeda (mantan guru, alumni Kweekschool Padang Sidempuan). Panoesoenan tahun 1915 juga terkena delik pers lalu dihukum. Posisi Panoesoenan di Pewarta Deli kemudian digantikan oleh Sutan Parlindungan.

Singkat kata: Di dalam fase awal persuratkabaran (berbahasa Melayu) di Medan, para mengasuhnya (editor) adalah koneksi dari Kweekschool Padang Sidempuan. Hal ini dapat dipahami, ketika belum ada pribumi terpelajar di Medan, anak-anak Padang Sidempuan yang mengisi kebutuhan tersebut, karena di Padang Sidempuan sudah sejak 1879 sudah ada sekolah guru. Sutan Parlindungan bahkan sudah bersekolah di sekolah guru Kweekschool Tanobato yang didirikan oleh Willem Iskander pada tahun 1862. Sutan Parlindungan meninggal pada tahun 1934.

De Sumatra post, 13-06-1934
De Sumatra post, 13-06-1934: Watawan berbahasa Melayu meninggal dunia. Tokoh Terkenal. Pada usia 86 tahun kemarin sore setelah sakit singkat almarhum Mr Soetan Parlindoengan, guru tua, sepuluh tahun yang lalu menjadi wartawan, seorang berpengaruh terkenal dan di sekitar Medan. Setelah pension sebagai guru, Sutan Parlindoengan terlambat dalam jurnalisme, dimana ia menjabat sebagai editor berikutnya dari surat kabar Pewarta Deli. Ia meninggalkan Pewarta Deli dan kemudian  menerbitkan Panjaran Berita. Almarhum juga anggota Landraad Medan. Pemakaman akan berlangsung sore ini’.

Sutan Parlindungan hidup sampai berumur 86 tahun, suatu usia sehat yang sangat tinggi pada masa itu. Jika disebutkan umurnya 86 tahun pada saat meninggal di tahun 1934, itu berarti Sutan Parlindungan lahir pada tahun 1848 (pada saat asisten residen AP Godon datang ke Mandheling en Ankola). Ketika Kweekschool Tanobato dibuka pada tahun 1862 oleh Willem Iskander, Sutan Parlindungan berumur 14 tahun. Dengan memperhatikan usia Sutan Parlindungan dengan keberadaan Kweekschool Tanobato antara 1862-1874, besar kemungkinan Sutan Parlindungan adalah murid angkatan pertama dari Willem Iskander. Pada saat Kweekschool Padang Sidempuan dibuka tahun 1879, Sutan Parlindungan adalah salah satu guru di sekolah guru yang baru itu dan umurnya 31 tahun. Pada saat Sutan Parlindungan menerbitkan bukunya Boekoe Pengadajaran tahun 1883 umurnya adalah 35 tahun. Pada saat Sutan Parlindungan menjabat editor Pewarta Deli pada tahun 1915 umurnya adalah 67 tahun, suatu umur yang sangat tua yang bekerja di bidang jurnalistik. Itulah Sutan Parlindungan, seorang pejuang kawakan yang umur tidak berlaku pada dirinya. Sutan Parlindungan boleh jadi jurnalis paling tua di masanya. Sutan Parlindungan meninggal dunia dengan sangat terhormat.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: