Rabu, Juli 06, 2016

Sejarah Kota Medan (31): Upacara Perkawinan Putri dari Sultan Deli di Medan (1931); Upacara Perkawinan Putri dari Radja Persuratkabaran di Padang (1903); Ascription vs Achievement



Hanya ada dua perayaan perkawinan yang dianggap heboh di era kolonial Belanda: (1) Upacara perkawinan putri dari Radja Persuratkabaran Sumatra di Padang tahun 1903 dan (1) Upacara perkawinan putri dari Sultan Deli di Medan tahun 1931. Kedua upacara perkawinan ini tergolong sangat mewah dan meriah yang dilangsungkan dalam beberapa hari. Disebut sangat mewah karena pembiayaannnya sangat besar dan mengudang banyak tamu. Hanya keluarga kaya yang mampu menyelenggarakannya. Tidak hanya rakyat biasa yang berdecak kagum tetapi juga para pejabat pemerintah juga mengakuinya. Kedua upacara ini diberitakan secara luar biasa di surat kabar sehingga terkabarkan ke seluruh penjuru Nederlandsch Indie (Hindia Belanda).

Opera Bangsawan dari Penang: Pesta Putri Dja Endar Moeda
Pers Belanda boleh jadi selama ini upacara perkawinan hanya dianggap sebagai kategori berita keluarga. Good newsnya adalah karena bentuk penyelenggaraannya sangat langka: mahal. Sangat berbeda dengan tradisi perkawinan di kalangan keluarga orang-orang Belanda yang cenderung dilakukan efisien (umumnya cukup di gereja). Inilah yang menyebabkan mengapa upacara perkawinan putri dari dua ‘radja’ ini layak mendapat liputan media. Uraian yang lengkap tentang kedua upacara perkawinan itu memudahkan kita memahami apa yang telah terjadi di masa lampau yang dapat kita perbandingkan antara upacara perkawinan di Padang dengan upacara perkawinan di Medan maupun kedua upacara tersebut dengan upacara perkawinan yang terjadi pada masa kini.

Upacara ‘boru panggoaran’ di Padang: Suatu pesta yang mendatangkan Opera Bangsawan dari Penang dan Gondang Batak dari Padang Sidempuan

Putri ‘boru panggoaran’ dari Radja Persuratkabaran Sumatra, Dja Endar Moeda yang bernama Alimatoe Saadiah menikah dengan Dr. Haroen Al Rasjid (alumni Docter Djawa School). Alimatoe Saadiah br. Harahap adalah perempuan pribumi pertama yang memiliki pendidikan Eropa, sedangkan Haroen Al Rasjid Nasution adalah putra dari Sutan Abdoel Azis (mantan penulis di Asisten Residen di Padang Sidempuan dan murid dari Willem Iskander). Boru panggoaran dari pasangan Haroen Al Rasjid dan Alimatoe Saadiah bernama Ida Loemongga adalah perempuan Indonesia pertama bergelar doktor (Ph.D) yang berhasil mempertahankan disertasinya di Universiteit Leiden (1931)..Adik dari Dr. Ida Loemongga Nasution, PhD bernama Gele Haroen, alumni sekolah hukum Universiteit Leiden (1936) adalah Residen pertama Lampung (yang kini tengah diusulkan menjadi Pahlawan Nasional). Salah satu putra dari Ida Loemongga ada yang bergelar Profesor. Inilah salah satu contoh yang memiliki garis keturunan berdasarkan achievement.

Tunggu deskripsi lebih lanjut

Upacara ‘menantu dari Kesultanan Perak’ di Medan: Suatu pesta yang dikemas dalam adat Melayu dengan kehadiran perahu lancang kuning dan pagelaran ronggeng kolosal

Putri Sultan menikah dengan putra dari Rajah Chulan, Radjah di Hilir Perak bernama Radja Zainul Azmansjah. Beberapa tahun  sebelumnya putra Sultan, Tengkoe Mahkota telah menikah dengan putri dari Perak yang dikenal sebagai Tengkoe Poean Besar Indera. Raja Zainul Azmansjah saudara dari Tengkoe Poean Besar Indera. Bentuk perkawinan ini tentu sangat unik: dua pasangan pengantin tetapi hanya ada dua pasangan orangtua. Suatu perkawinan yang saling 'menyandera'?

Tunggu deskripsi lebih lanjut


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: