Jumat, Oktober 14, 2016

Simpang Siur Sumpah Pemuda, Ini Faktanya (2): Parada Harahap, Mentor Politik Sukarno, Hatta dan Amir; Bersama Memperjuangkan Kemerdekaan (1928-1945)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Sumpah Pemuda dalam blog ini Klik Disin

Pejuang Revolusioner: Adik dan Abang
Parada Harahap dan Sukarno adalah dua sosok pemuda revolusioner di jamannya. Keduanya secara demografis tidak terlalu beda usia (Parada Harahap lahir di Padang Sidempuan tahun 1899 dan Sukarno lahir si Surabaya tahun 1901), tetapi secara politis Parada Harahap lebih senior dan lebih berpengalaman. Parada Harahap bermain politik pada usia 16 tahun pada tahun 1917 di Medan, sedangkan Sukarno pada usia 25 tahun (setelah sarjana) pada tahun 1926 di Bandung. Pada saat Sukarno mulai tekun menulis dan mengirimkannya ke surat kabar tahun (1926), Parada Harahap sudah memiliki percetakan dan surat kabar bertiras paling tinggi di Batavia. Oleh karena itu, secara sosial-politik antara Parada Harahap dan Sukarno dapat dibedakan sebagai dua generasi yang berbeda.

Parada Harahap dan Sukarno

Parada Harahap telah menggagas dibentuknya PPPKI (di rumah Husein Djajadiningrat lalu diangkat sebagai sekretaris; ketua diangkat MH Tamrin).  Pada Konferensi PPPKI di Bandung diputuskan diadakan Kongres PPPKI di Batavia tanggal 28 Oktober 1928 yang mana ketua panitia kongres adalah Dr. Soetomo.

Dalam Kongres PPPKI, beberapa orang berbicara termasuk Sukarno. Kesimpulan pidato Sukarno dalam kongres ini adalah Satu nusa, Satu bendera dan Satu bangsa (Een land. Een vlag, Een volk). Ini berbeda dengan rumusan dari Putusan Kongres dari Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yaitu: Satu nusa, Satu bangsa dan Satu bahasa.

Dalam pembentukan PPPKI tidak termasuk PNI. Yang hadir dalam pembentukan PPPKI ini adalah Budi Utomo, Pasundan, Kaoern Betawi, Sumatranenbond, Persatoean Minahasa, Sarekat Amboncher dan NIB. Parada Harahap mewakili Sumatranen Bond.

Dua anak Padang Sidempuan sekelas dengan Tjipto di STOVIA
Di Bandung didirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) 4 Juli 1927 yang diketuai Dr. Tjipto Mangoenkoesomo. Dalam perserikatan ini tergabung Algemeene Studie Club yang diketuai Sukarno. Dr. Tjipto Mangukusumo sendiri adalah alumni Docter Djawa School pada tahun 1905. Semasa kuliah, terdapat dua teman kuliah Tjipto yang berasal dari Padang Sidempuan yakni Abdul Hakim dan Abdul Karim. Docter Djawa School didirikan tahun 1851. Anak-anak Padang Sidempuan sudah sejak awal kuliah di Docter Djawa School. Pada tahun 1854 dua siswa dari afd. Mandailing en Angkola (Residentie Tapanoeli) diterima di Docter Djawa School pada tahu 1854 yakni Asta dan Angan. Dua siswa ini merupakan dua siswa pertama dari luar Jawa yang diterima di Docter Djawa School. Kelak, Dr. Asta dikenal sebagai ayah dari Mangaradja Salamboewe, editor pribumi kedua (1902 di Medan) setelah yang pertama Dja Endar Moeda (1897 di Padang). Dja Endar Moeda dan Mangaradja Salamboewe, dua pejuang pers pertama Indonesia yang sama-sama berasal dari afdeeling Mandailing en Angkola. Penerusnya adalah Parada Harahap (mulai 1918); Mochtar Lubis dan Sakti Alamsjah Siregar (mulai 1941). Sakti Alamsyah adalah pendiri surat kabar Pikiran Rakyat (Bandung).

Pada konferensi PPPKI di Bandung 17 Desember 1927 anggota organisasi bertambah menjadi PSII, PN1, BO (Boedi Oetomo), Pasundan, Sarekat Sumatera, Studi Indonesia, Kaoem Betawi dan Sarekat Madura. Anggota PPPKI baru, Studi Indonesia adalah Algemeene Studie Club yang diketuai Sukarno. Ketika PPPKI melakukan kongres di Batavia tanggal 28 Oktober Ir. Sukarno berpidato.

Sukarno naik ke tingkat tiga (De Indische courant, 07-05-1923)
Sukarno lahir di Surabaya 6 Juni 1901. Pendidikan HBS (setingkat SMA) diseleaikan di Surabaya (tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto). Pada usia 20 tahun (1921), setelah lulus HBS, Sukarno melanjutkan studi ke Bandung dan lulus 1926 (sebagai insinyur sipil, spesialisasi arsitektur). Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hoogeschool) dibentuk tahun 1920 melanjutkan kursus sebelumnya. Sukarno termasuk angkatan yang terbilang awal, masuk tahun 1921. Tahun 1923 Sukarno lulus tingkat dua (naik ke tahun ketiga). De Indische courant, 07-05-1923: ‘Sekolah Teknik Tinggi. Lulus untuk tahun ke-4: B. Elenbaas, R. Th. Hees, JT. Holtrop, Hoo King Hoen, Ph. Jordaan, JDC. Jordans, TAM. Koster, Ch. HF. Monteiro, mej. EA. Odenthal, Ong Swan Yoe, W. van Tijen, Tio Tien Bic, RE. Ungerer, Th. LH. von Wiederhold, AC. de Wilde. Lulus tahun ke-3 PA. Arnold Bik, WL. Begemann, PF. Binkhorst, C. Bokslag, JTh. Droop, M. Hoedioro, JFN. Hoetjer, EPH. Joon, APF. Kist, Lic Tjiong Hian, GRV. Linn, A. Nobbe, Oen Bo Hien, J. Sippel, M. Soetedjo M. Soetojo. Melewati 2 tahun: M. Anwari, NE. van Beem, W. Court, Dhiam Ing Go, WJ. van der Eb, F. Engelken, JFG. Groenhof, WW. Haccou, HE. Hortsnian, .1PN. Jansen, L. Jansen, R. M. Koesoemoningrat, H. Laoh, Marsito, JAH. Ondang, CPE. van Oyen, FLHN. PeriĆ©, R. Th. de Quant, A. Segond von Banchet, R. Soekarno, D. Soemani, M. Soetono, Soetoto .1. Verlinden, GS. Vrijburg. Satu kandidat akan melakukan pemeriksaan ulang’.

Parada Harahap (yang hijrah ke Batavia dari Padang Sidempuan, 1923) awalnya mengenal Sukarno lewat tulisan hingga keduanya kerap berdiskusi tentang kebangkitan bangsa dan cita-cita kemerdekaan. Parada Hartahap adalah brillian di bidang pers (menjadi editor surat kabar Benih Merdeka di Medan, 1918), Sukarno brillian di bidang akademik (lulus kuliah tepat waktu, 1921-1926). Keduanya sama-sama memiliki karakter revolusioner (berani berpendapat). Parada Harahap meski hanya lulus sekolah rakyat (SD) tetapi cepat menguasai lapangan (dunia pers), Sukarno menguasai teori (dunia akademik). Sukarno sudah mempelajari teori politik sambil kuliah di sekolah teknik di Bandung.

Saat Parada Harahap mendirikan PPPKI tahun 1927 usianya sudah 28 tahun (Sukarno 26 tahun). Parada Harahap memulai karir politik tahun 1916 (saat menjadi krani perusahaan perkebunan) ketika mengirim tulisan ke surat kabar Benih Merdeka di Medan tentang skandal dan kekejaman pengusaha terhadap para kuli perkebunan. Parada Harahap dipecat dan kemudian bergabung dengan Benih Mardeka dan menjadi editor tahun 1918. Oleh karena suratkabarnya dibreidel, Parada Harahap pulang kampong (di Padang Sidempuan) dan mendirikan surat kabar Sinar Merdeka (1919). Pada tahun 1922 Parada Harahap menjadi anggota Sumatranen Bond di Sibolga. Pada tahun 1923 Parada Harahap hijrah ke Batavia dan mendirikan perusahaan NV Bintang Hndia dan membangun percetakan dan menerbitkan surat kabar Bintang Hindia (1923). Pada tahun 1925 Parada Harahap mendirikan kantor berita Alpena (salah satu wartawannnya adalah WR Supratman). Pada tahun ini juga Parada Harahap melakukan perjalanan jurnalistik ke sejumlah tempat di Sumatra (dan menerbitkannya sebagai buku tahun 1926). Pada tahun 1926 Parada Harahap mendirikan surat kabar Bintang Timoer (di bawah NV Bintang Hindia). Dalam tempo singkat surat kabar Bintang Timoer memiliki tiras paling tinggi di Batavia. Sukarno dari Bandung kerap mengirim tulisan ke Bintang Timoer.

Pasca Kongres PPPKI

Setelah Kongres PPPKI (28 Oktober 1928) suhu politik makin naik, Sukarno semakin percaya diri (karena didukung PPPKI dan Parada Harahap juga semakin intens memperhatikan dan menyebarluaskan berita. Sukarno yang telah menjadi ketua PNI (nama Perserikatan Nasional Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia) semakin gencar bersuara di dalam berbagai kesempatan untuk berpidato tetapi juga semakin diawasi oleh polisi kolonial Belanda.

De tribune: soc. dem. Weekblad, 10-04-1929: ‘…telah terjadi perbedaan paham diantara anggota PPPKI yang mana Partai Sarekat Islam (PSI) dari golongan tua dengan yang lebih muda, Partai Nasional Indonesia (PNI). Hal serupa juga telah muncul segera kongres PPPKI yang dipimpin Soetomo antara PSI dengan Muhammadiyah. Perbedaan paham (keretakan) tersebut dipicu oleh pembentukan Dewan Dana Nasional yang diketuai oleh MH Tamrin, Sekretaris, Sartono dari PNI dan anggota Soetomo dari Boedi Oetomo, Singgih dari Kelompok Studi dan Otto dari Pasundan. Tujuan dari dana nasional ini adalah untuk bantuan finasial untuk diberikan kepada pemimpin kaum nasionalis. Dewan dana diberi mandat penuh untuk kebebasan bertindak, kecuali untuk keuangan, yang tetap bertanggung jawab kepada PPPKI. Selanjutnya, dewan pers akan dibentuk, dipimpin oleh Mr Thamrin, maksudnya adalah untuk membendung serangan pers terhadap pribumi, yang kemungkinan akan merugikan kepentingan nasional. Pembentukan dewan pers diambil keputusan dalam kaitannya dengan serangan yang akhir-akhir ini terhadap Dr. Soetomo yang menjadi ketua komite kongres PPPKI. Dalam hubungan ini Perhimpoenan Indonesia di Belanda dilibatkan untuk membuat propaganda di luar negeri. Liga PPPKI telah menjadi wahana pejuang untuk dukungan kemerdekaan Indonesia yang efektif. Kaum nasionalis Indonesia dalam hal ini sebagai tindakan permusuhan dan Perhimpunan Indonesia (di Belanda) cukup kasar dalam berpolemik’.

Sementara Sukarno semakin kencang suaranya, Parada Harahap sebaliknya sangat sibuk mengadministrasikan semangat pergerakan. Parada Harahap ke dalam (semacam kemendagri), MH Tamrin ke luar (kemenlu). MH Tamrin sebagai ketua PPPKI juga duduk sebagai ketua Dewan Dana Nasional dan ketua Dewan Pers. Sukarno, yang jago berpidato terus berpidato kemana-man. Pidato terakhir Sukarno sebelum ditangkap untuk kali pertama adalah pada Kongres PPPKI kedua di Solo tanggal 25-27 Desember 1929

Kongres PPPKI II Solo: Parada Harahap dan Sukarno
Pada 29 Desember 1929 Soekarno dikabarkan ditangkap di Jogjakarta. Penangkapan ini hanya berselang dua hari setelah usai Kongres PPPKI kedua di Solo tanggal 27 Deesember 1929. Sukarno baru disidang pada 18 Juni 1930 di pengadilan negara di Bandung. Sukarno dituntut empat tahun penjara (di Sukamiskin, Bandung). Ada sembilan belas sesi dan permohonan Sukarno "Indonesia Menggugat" sepotong terkenal, diterbitkan dalam bahasa Belanda maupun dalam bahasa Indonesia (Nieuwsblad van het Noorden, 11-01-1969).

Sukarno yang menyebut dirinya ‘penyambung lidah’ rakyat Indonesia, Parada Harahap juga terbilang ‘penyambung lidah’ sepak terjang Sukarno dan kawan-kawan. Sebagaimana diketahuii Parada Harahap jelang Kongres PPPKI dan Kongres Pemuda telah memperluas cakupan pemberitaan dengan menerbitkan Bintang Timoer edisi daerah Jawa Tengah dan edisi daerah Jawa Timur.


Jelang Sidang Sukarno, 18 Juni 1930
De Sumatra post, 11-09-1930: ;,,,sejak awal 1929 telah banyak pihak yang diintrogasi… Pembentukan lembaga Dana Nasional di bawah PPPKI dipertanyakan pihak Belanda dan Dewan Dana dianggap tidak wajar. Thamrin telah memainkan peran dalam PPPKI dan sudah mulai berkurang intensitasnya di Kaoem Betawi meski tidak sedikit anggota Kaoem Betawi yang mulai memprotes kontrak (keterkaitan Kaoem Betawi) dengan Fonds Nasional…Thamrin sendiri Dewan Dana Nasional lebih suka diberi nama Fond Oentoek Kaperloean Nasional. Dia mengakui bahwa Dana Nasional adalah panggilan yang benar-benar umumnya ditujukan mendukung gerakan Indonesia… (sementara itu) ada penunjukan wakil dari PPPKI untuk Eropa yang terpilih Perhimpoenan Indonesia?...(selama Sukarno di penjara) Soetomo ingin berbicara diam-diam dengan Sukarno..’

 De Indische courant, 25-09-1930: ‘Volkscourant di Batavia, seperti yang kita baca di AID telah dijual kepada Mr. Parada Harahap. Sehubungan dengan ini maka Java Express (edisi Belanda Bintang Timoer) berhenti beroperasi. Volkscourant sekarang berpindah ke Krekot (markas Bintang Timoer). Aneta, 25 September melaporkan bahwa manajemen baru Volkscourant di Weltevreden akan terbit 1 Oktober dalam format yang lebih besar. Volkscourant adalah nama baru dari De Courant yang sebelumnya kepala redakturnya adalah A. Weeber’.

Kini Parada Harahap menyebarluaskan berita kebangkitan bangsa ke orang-orang Belanda dengan menerbitkan surat kabar berbahasa Belanda, Volkscourant. Surat kabar berbahasa Belanda ini tampaknya dimaksudkan untuk ‘menyerang’ pers untuk mengurangi beban MH Tamrin sebagai ketua Dewan Pers dalam membendung serangkan pers Belanda kepada orang-orang pribumi seperti Dr. Soetomo [serangan pers Belanda kepada Dr. Soetomo, karena selama ini Soetomo dan Boedi Oetomo banyak mendapat dukungan politik dan sokongan dana dari pemerintah/simpatisan Belanda].

Pers Belanda menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu (Indonesia) cukup banyak seperti surat kabar Pertja Barat di Padang tahun 1895, Pertja Timor di Medan 1902 dan Pembrita Betawi di Batavia 1903. Editor pribumi pertama Dja Endar Moeda (Pertja Barat, 1897); Mangaradja Salamboewe (Pertja Timor, 1902) dan Tirto Adhi Soerjo (Pembrita Betawi, 1903). Pers pribumi yang baru tumbuh dimulai oleh Dja Endar Moeda dengan mengakuisisi Pertja Barat dan percetakannya tahun 1899 dan kemudian menerbitkan dua media lainnya majalah Insulinde (di Padang) dan surat kabar Tapian Na Oeli (di Sibolga). Bagi Dja Endar itu tidak cukup, lalu pada tahun 1905 mengakuisisi Sumatra Nieuwsblad (di Padang). Surat kabar pribumi pertama berbahasa Belanda itu tersandung delik pers (1907) yang mana Dja Endar Moeda di hokum cambuk dan surat kabar itu akhirnya ditutup Dja Endar Moeda. Kini (1930), Parada Harahap mengulang success story seniornya Dja Endar Moeda (sama-sama kelahiran Padang Sidempuan) dengan menerbitkan Volkscourant di Batavia.

Seperti halnya Sukarno, Parada Harahap juga menjadi perhatian dan target poisi/pemerintah Belanda. Dua orang ini dianggap momok dan sangat membayakan. Sukarno memainkan kata-kata orasi yang tajam di lapangan (forum atau rapat-rapat), Parada Harahap memainkan pena yang tajam di media. Sebagaimana diketahui saat itu, Parada Harahap adalah radja media di Jawa (sebagaimana dulu Dja Endar Moeda sebagai radja media di Sumatra).

Soerabaijasch handelsblad, 03-01-1931: ‘Kami selalu melihat dia (Parada Harahap) sebagai orang ‘putaran suara’. Mungkin dia memiliki gagasan bahwa ia seperti lingkaran memiliki jumlah tak terbatas sisi. Direkturnya, yang giat Parada Harahap, yang populer disebut ‘Batavia Paradepap’ yang memiliki banyak delik pers sebagai pemimpin Bintang Timoer’.

Saat ini Sukarno masih di penjara, isu-isu baru agak tenggelam. Parada Harahap juga tidak banyak mendapat amunisi baru dalam surat kabarnya. Yang menarik dalam keseharian Parada Harahap, juga masih tersandung delik pers. Berbagai upaya dilakukan polisi/pemerintah Belanda untuk membungkam Parada Harahap. Salah satu soal delik pers Parada Harahap yang untuk kesekian kali, tapi kali ini bukan terkait politik, namun sangat menarik untuk disimak.  

De Sumatra post, 06-01-1931: ‘Mr Parada Harahap berdiri untuk keseratus kalinya di meja hijau. Kali ini Parada Harahap dipanggil ke pengadilan karena korannya memuat iklan tagihan hutang. Si penagih hutang digugat karena dianggap mencemarkan nama dan juga editor Bintang Timoer, Parada Harahap juga diseret. Ketika dituduhkan kepada Parada Harahap  bahwa ikut bertanggungjawab karena iklan itu menjadi pendapatannya (sumber penerimaan). Parada menjawab: ‘Bagaimana saya bertanggungjawab?’. Polisi mencecar: ‘Anda kan direktur editor?’. ‘Iya betul, tapi saya hanya bertanggungjawab untuk bagian jurnalistik’, jawab Parada Harahap enteng lalu menandaskan, ‘bagian administrasi bertanggungjawab untuk iklan’. Polisi terus mencecar: ‘Ah’, kata Sheriff, ‘tanya sekarang, setuju bahwa di koran Anda muncul iklan cabul, apakah Anda akan mengatakan tidak bertanggung jawab?’. Parada Harahap spontan menjawab: ‘Oh, kalau soal itu tanggungjawab saya’.

Sukarno yang masih di penjara terus mengolah pikirannya di balik jeruji di penjara Sukamiskin. Parada Harahap beralih ke isu yang mana para wakil rakyat di parlemen (Volksraad) sangat penakut dan kurang greget. Parada Harahap mengomentari adanya tambahan anggota parlemen dari lua Jawa akan membuat suasana politik di parlemen semakin hidup dan garang (banyak yang tidur, seperti sekarang di Senayan).

De Sumatra post, 26-01-1931(De Buitengwesten in den Volksraad): ‘Editor Java Bode mengutip Bintang Timur yang mana Mr. Parada Harahap, editor pada tanggal 16 bulan ini menulis dengan judul ‘Djago Sabrang’ meski anggota dewan luar Jawa dan yang disebutnya provinsi bagian depan. Ini disebut ‘depan’ sehubungan dengan cukup dukungan untuk kepentingan di luar Jawa yang terletak tujuan Belanda – Inlandsch karena masing-masing dari mereka anggota dewan rakyat memiliki budaya yang diturunkan tidak jinak, tapi keberanian memiliki kepentingan umum terhadap siapa juga berdiri dari daerah luar sesuai Bintang Timur dilayani dengan baik. Para editor majalah menyambut hangat jabatan Dr Ratu Langi, M. Soangkoepon dan Soekawati, terutama dengan penambahan anggota Mukhtar, Dr. Abdoel Rashid dan Koesad. Echo kondisi bahwa orang-orang di dewan kepentingan kepulauan besar di luar Jawa akan dipromosikan lebih intensif dari sebelumnya dan prospek pengembangan wilayah akan datang lebih kedepan’.

Parada Harahap sebagai pejuang pers, merasa tidak cukup dengan hanya ada PPPKI (sebagai sekretaris) dan meski MH Tamrin juga telah membentuk Dewan Pers (kasus Soetomo yang terus di serang pers Belanda). Parada Harahap lalu menggalang kekuatan lewat para wartawan untuk mendirikan sarikat wartawan.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 18-07-1931 (Congres Inlandsche Journalisten): ‘Kongres wartawan pribumi pertama diadakan di Semarang pada 8 Agustus. Kongres ini diketuai oleh jurnalis Semarang, sekretaris, jurnalis Sumatra, Paroehoem. Program: editor Bahagia Semarang, Pak Yunus, akan mengadakan kuliah tentang: "Jurnalisme dan pengembangan bisnis surat kabar"; Haji (Agus) Salim akan berbicara pada "Jurnalisme dan kode etik; RM Soedarjo tentang ‘Orang-orang dan Jurnalisme; Maradja Loebis: ‘Jurnalisme dan kehidupan sosial’; Saeroen, Siang Po: ‘Jurnalisme dan gerakan rakyat’ dan Parada Harahap: "Jurnalisme dan ekonomi’, sementara editor Soeara Oemoem akan berbicara pada ‘Jurnalisme dan malaise. Kemudian, organisasi wartawan dibentuk dengan Mr Saeroen sebagai ketua dan Bapak Parada Harahap sebagai sekretaris dan (merangkap) bendahara. Komisaris adalah  Bakrie, Yunus dan Koesoemodirdjo’.

Parada Harahap bukan asing dalam soal urusan bersarikat di bidang pers. Parada Harahap pada tahun 1918 di Medan pernah mendirikan sarikat wartawan yang merupakan gabungan pers pribumi dan pers Tionghoa untuk membendung tekanan pers Belanda. Setelah 13 tahun, Parada Harahap membentuk lagi sarikat wartawan. Alasannnya selalu sama: melawan pers Belanda. Hal yang sama juga: Parada Harahap selalu menyertakan Tionghoa. Itulah Parada Harahap, nasionalis yang musuhnya hanya satu: Belanda.

Meski di satu sisi Parada Harahap selalu disorot pers Belanda dan menekannya, namun di sisi lain pers Belanda juga cover both side dan memberikan penilaian sesuai dengan kode etik pers (independen). Sebagaimana pers pribumi, pers Belanda juga ada paksi-paksinya yang satu sama lain adakalanya memiliki pandangan yang berbeda.

Soerabaijasch handelsblad, 15-09-1931: ‘Wartawan muda Batak Parada Harahap, direktur dan editor Indonesisch nationalist meskipun ia mungkin dalam berbagai artikel mencerahkan bagi nasionalisme untuk hari yang akan datang, dia berada di atas semua realis. Dia melakukan, tanpa menjauhkan apa yang disebut orang Prancis il prend son bien ƶu il le trouve. Dia dengan senang hati merekomendasikan contoh Barat saat ia menemukan berguna, dan memuji dan menghargai dimana ia menemukan sesuatu untuk memuji dan menghargai, bahkan jika itu adalah dengan orang Eropa. Singkatnya, ia praktis dan turun ke bumi dan karena itu sangat dibenci dan kadang-kadang - dengan permukaan cemburu pada perusahaannya yang berjalan dengan baik - dibenci oleh orang-orang mabuk nasional. Yang menyebut dirinya nasionalis, tapi kutukan dan berkampanye untuk melukai dia. Ada banyak kebencian, persaingan dan kecemburuan dan disebut beberapa kejanggalan dan bertindak tidak sopan di pihaknya’.

Parada Harahap sendiri pada tahun 1925 dinialai pers asing/Belanda sebagai wartawan terbaik. Penilaian wartawan terbaik ala pers asing/Belanda juga pernah diterima oleh Mangaradja Salamboewe di Medan pada tahun 1908.

Soerabaijasch handelsblad, 05-11-1931 (Een en ander over de Inlandsche Pers): ‘Bintang Timur telah menjadi salah satu yang terbaik adalah hanya karena Parada Harahap’

Sukarno Keluar dari Penjara

Sukarno hukumannya dikurangi dan Sukarno dibebaskan pada 31 Desember 1931. Dalam ketidakhadirannya PNI telah hancur. Partai ini secara resmi dilarang dan sebagai gantinya sekarang dua lainnya didirikan: Partindo dan Pendidikan Nasional Indonesia. Yang terakhir dipimpin oleh Hatta dan Sjahrir, berdiri pada posisi yang lebih moderat. Sukarno memilih Partindo (Partai Indonesia), yang didirikan oleh Mr. Sartono. Soekarno menjadi presiden dan segera ia aktif secara politik setelah penahanannya.

Setelah lulus kuliah, Sukarno lebih bersifat non-kooperatif. Sukarno menolak untuk memasuki pelayanan pemerintah (pegawai) Belanda. Sukarno secara pribadi lebih memilih terjun ke pembangunan rumah (bersama Ir. Rooseno). Kemudian Sukarno menjadi guru sejarah dan matematika di sebuah sekolah swasta yang dikelola oleh Dr. Setiabudi Danoedirdjo (Dr. EFE. Douwes Dekker, sepupu Multatuli). Lembaga pendidikan ini yang oleh pemerintahan Belanda dianggap tidak sangat menyenangkan (non-kooperatif). Inspektur yang pernah menghadiri pelajaran sejarah di kelas Sukarno, menyatakan Sukarno materinya tidak layak (tidak kooperatif). Lalu kemudian Ir. Sukarno membuka usaha dengan sesama teman mahasiswa dulu, Ir. Anwari, sebuah perusahaan arsitektur. Sukarno, selain di klub studi kerap pidato dan juga di setiap kesempatan yang mana Sukarno cenderung berbalik melawan pemerintahan kolonial Belanda.

Parada Harahap Sebagai Mentor Politik Sukarno dan Hatta

Parada Harahap sudah berjuang sejak umur 17 tahun dalam kasus Poenali Sanctie. Berperang dengan pena yang tajam. Lebih dari seratus kali berada di meja hijau. Parada Harahap hanya berpendidikan sekolah rakyat, tetapi kemampuan berpikirnya jauh dari seorang mahasiswa di perguruan tinggi. Parada Harahap umurnya hanya beda dua tahun lebih tua dengan Soekarno, tetapi pengalamannya tentang arti kemerdekaan jauh melampaui Soekarno dan Hatta. Parada Harahap tahu betul siapa yang seharusnya memimpin bangsa pada waktunya. Parada Harahap adalah sekretaris PPPKI yang berkantor di Gang Kenari dan tentu saja yang mengatur potret siapa yang seharusnya dipajang. Ketika ada oknum yang menurunkan potret Soekarno dan Hatta dari dinding, Parada Harahap air matanya menangis bagaikan seorang ayah yang menangisi anak-anaknya yang dilecehkan oleh orang lain. Parada Harahap adalah orang yang turut membesarkan Soekarno dan Hatta. Parada Harahap berhak untuk menangisinya.

De Indische courant, 27-11-1931 (De nationalist Hatta):’Di antara pemimpin cemerlang, Hatta, seorang Sumatra, dianggap oleh banyak kalangan, setelah Ir Soekarno sebagai yang paling sesuai sebagai pemimpin Inlandsch baik saat ini maupun masa datang. Di dalam gedung pertemuan permufakatan di gang Kenari, potret Ir. Soekarno dan Diponegoro telah dipajang bertahun-tahun, diambil dari dinding dan disembunyikan di bawah. Tindakan ini telah membawa banyak keributan di antara penduduk pribumi, bahkan wartawan Parada Harahap di majalahnya menulis dalam ‘Surat Terbuka’ telah menginformasikan bahwa, saat melihat tempat pajangan telah kosong, air mata menangis dan pelaku  diduga telah melakukan tindakan kejahatan keji ini dan akan dicari di kalangan partai. Mr. Sartono menyangkal semua itu tindakan partainya dan menolak untuk menaruh sendiri potret itu (kembali) ke tempat asalnya. Dan sekarang bahkan potret Hatta telah berdebu di bawah meja’.

Tampaknya ada seseorang atau kelompok yang sengaja mencopot foto Sukarno dan Hatta dari kantor PPPKI  selama Sukarno berada di dalam penjara. Parada Harahap marah dan menulis di surat kabar Bintang Timoer, miliknya. Siapa yang mencopot foto-foto tidak jelas apakah kelompok Sartono atau justru pilisi Belanda.

Yang jelas selama Sukarno di penjara, PNI telah dianggap partai terlarang (dan lalu dibubarkan). Anggota-anggota PNI lalu mendirikan Partai Indonesia yang cenderung radikal (Partindo) yang dipimpin Sartono dan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) yang cenderung moderat yang dipimpin oleh Hatta dan Sjahrir. Sukarno lebih memilih Partindo (Partai Indonesia).

Kongres Kedua PPPKI

PPPKI di bawah pimpinan MH Tamrin dan Parada Harahap secara pelan-pelan terus melakukan manuver untuk mendukung pergerakan Indonesia. Berbagai partai politik telah didirikan dan akan didirikan. MH Tamrin dengan pembentukan Dewan Dana Nasional telah mulai diendus oleh polisi Belanda. Setelah keluar dari penjara, Sukarno mulai aktif berpolitik lagi. Ketika rapat umum PPPKI digelar, Sukarno berpidato.

De Sumatra post, 12-01-1932: ‘Soekarno pidato. Kemudian datang giliran Sukarno. Penampilannya di panggung menimbulkan tepuk tangan yang besar dan antusiasme mencapai puncaknya. Ini menunjukkan mulai dinyatakan dengan daftar simpati, bahwa ia juga banyak dukungan dan simpati yang diperoleh oleh mereka yang tidak ditujukan untuk radikalisme, membuat jelas baginya itu yakin bahwa semua orang, semua lapisan masyarakat dan semua kelompok berada di belakang bergerak. Simpati tidak berlaku baginya secara pribadi tetapi Sukarno dianggap sebagai pemimpin. Sebagai ungkapan simpati kepada pemimpin nationalistischen pada umumnya, mereka yang mengorbankan diri mereka tanpa pamrih demi kepentingan umum dan tenaga kerja untuk melakukan kebesaran Iboe Indonesia. Dia tidak akan menyebut nama sehingga Soekarno yang ia harus mendukung selama hidup pertapa di Soekamiskin. Dalam pidatonya Sukarno bijak mencoba untuk menghindari semua tebing perselisihan dan ingin menciptakan satu kesatuan. Sukarno mengisyaratkan ia pertama harus mempelajari situasi sebelum mengambil solusi akhir. Di katakana Sukarno di antara kelompok, Partai Indonesia tampaknya saya akan berada daripada golongan Merdeka yang begitu banyak perangkap bahwa mereka akan melakukan yang lebih baik untuk beristirahat dulu untuk sementara. Sukarno dalam pidato sebelum berakhir dengan pernyataan bahwa ia sangat ingin kesatuan dan bahwa masyarakat harus mendukung dia untuk mencapai kesatuan. Hal ini diikuti oleh nyanyian Indonesia Raya yang berakhir dengan damai di hari Minggu pagi pada pertemuan publik kedua (Kongres) PPPKI yang  dipimpin oleh Dr. Soetomo’.

Sukarno tampaknya lebih memiih tengah-tengah yang sedikit radikal dan bukan yang radikal (golongan merdeka) dan juga bukan yang moderat. \

Pada rapat umum (kongres) PPPKI tahun 1928, Parada Harahap yang mengundang Soekarbo untuk dapat mengambil tempat untuk berpidato di kongres. Kongres ini diselenggarakan oleh PPPKI. Sekretaris PPPKI adalah Parada Harahap. Kini dalam Kongres PPPKI yang kedua (1932) Sukarno juga diundang pidato. Parada Harahap yang hadir banyak menyimak isi pidato Sukarno. Parada Harahap dan MH Tamrin sendiri tidak lagi sekretaris dan ketua PPPKI. Dewan baru PPPKI telah dibentuk: Ketua, Dr. Sutomo; Sekretaris dan bendahara Latuharhary. Pengumumnan dewan baru ini diumumnkan Dr. Sutamo dalam Kongres PPPKI yang kedua ini (lihat De Sumatra post, 12-01-1932).

Setelah beberapa bulan tidak terdengar, Parada Harahap meminta Sukarno untuk ‘keluar kandang’. Parada Harahap berharap Sukarno dapat meramaikan ‘bursa politik’. Saat ini yang memimpin PPPKI adalah Dr. Sutomo; MH. Tamrin sudah sejak lama focus pada Dana Nasional (bidang yang berada di bawah PPPKI) dan Parada Harahap sebagai Ketua Kadin pribumi Batavia mulai menggagas misi ekonomi Indonesia ke luar negeri.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-05-1932 (Ir. Soekarno en zijn Wederoptreden): ‘Tunggu tindakan saya’. Ini pernyataan mahasiswa pribumi Ir. Soekarno yang telah secara khusus meminta untuk meluangkan waktu belajar tentang partai yang nantinya apakah akan memilih atau apakah harus tetap di belakang layar, sebagaimana dikonfirmasinya di Bintang Timoer. Ir. Soekarno telah menulis surat kepada editor Bintang Timoer yang diterbitkan kemarin, yang menunjukkan bahwa Soekarno bahwa mereka (siswa) tengah mempelajari ‘teori gerakan rakyat’. Saya perlu untuk belajar teori, karena saya ingin mengambil tindakan. Selanjutnya Soekarno menulis: "Ketika saya lagi kemauan politik yang aktif? Aku tahu itu saja. Aku hanya pada jawaban rakyat. Segera itu akan terlihat bahwa orang itu sendiri, yang sekarang aku ekspor. Saya tidak ingin bermain. Dengan nasib rakyat, politik bagi saya adalah bukan olahraga tapi masalah serius, yang membuat saya hidup.  Soekarno meminta kepada Mr Parada Harahap, editor Bintang Timoer komentar, Ir. Soekarno bukan seseorang yang berasal untuk Rakyat?’.

Suhu politik yang semakin memanas, sementara Sukarno yang belum memanas telah terjadi pembereidelan sejumlah majalah dan surat kabar, termasuk Bintang Timoer, milik Parada Harahap.

De Sumatra post, 13-06-1932 (Verboden periodieken en bladen): ‘Pihak berwenang militer pada kenyataannya hampir seluruh rakyat pribumi ditempatkan pada daftar hitam, diduga melarang. Lembar dan majalah yang dilarang adalah sebagai berikut: Persato'an Indonesia, Simpaj, Sediotomo, Aksi, Indonesia Moeda, Balai Pemoeda Bandoeng, Garoeda, Garoeda Smeroe, Garoeda Merapi, Sinar Djakarta, Indonesia Merdeka, Impressa, Soeloeh Indonesia Moeda, Keng Po, Sim Po, Warna Warta, Sinar Terang, Indonesia Raja, Soeara Merdeka, Daulat Ra'jat, Banteng Indonesia, Panggoegah Ra'jat, Banteng Ra'jat, Darmo Kondo, Haloean, Kaperloean Kita, Mustika, Pahlawan (dengan pcmoeda Kita), Soeara Kita, Priangan Tengah, Soeara Oemoem, Soeara Oemoem Jav. Editie, Sipatahoenan, Medan Ra'jat, Fikiran, dan Ir. Soekarno Djeung Pergeraken Ra'jat. Seperti dapat dilihat, media tersebut meliputi media berbahasa Melayu yang pribumi maupun yang Chineesch. Di antara majalah yang bisa dibaca Bintang Timoer (Parada Harahap) dan Siang Po, baik yang muncul di Batavia, maupun majalah Fikiran (anggota dewan Dr Ratu Langi) di Manado adalah tabu. Majalah lainnya yang organ nasionalis, yang semua link bahkan dicap sebagai berhaluan revolusioner’.

Pembreidelan adalah senjata polisi/pemerintah colonial Belanda untuk membungkam pers melalui pasal pers dalam undang-undang. Soal pembreidelan sudah lama ada. Yang pertama diketahui adalah surat kabar berbahasa Belanda (Sumatra Niuewsbald) milik Dja Endar Moeda di Padang tahun 1907, kemudian Pewarta Deli (pimpinan Dja Endar Moeda) di Medan 1911 dan Medan Prijaji di Batavia (pimpinan Tirto Adi Soerjo) tahun 1912. Kemudian juga surat kabar Benih Merdeka di Medan (1918) dan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempuan (1922). Kedua surat kabar yang disebut terakhi saat pembereidelan digawangi (editor) Parada Harahap.

Tidak hanya pembreidelan yang dilakukan oleh polisi/pemerintah Belanda, juga menangkap para pemimpin dan kader-kader politik yang bersifat radikal. Penangkapan terhadap kader-kader politik tersebut diasingkan ke Digul. Sukarno juga ditangkap 31 Juli 1933 (Leeuwarder courant: hoofdblad van Friesland, 22-06-1970) karena menyebarkan rasa permusuhan terhadap pemerintah colonial. Sukarno tidak diasingkan ke Digul tetapi ke Flores. Tujuannya hanya satu: memisahkan pemimpin dengan anak buah.

Parada Harahap Memimpin Misi Ekonomi Indonesia ke Jepang

Indonesia di persimpangan jalan. Tokoh-tokoh revolusioner ditekan oleh polisi/pemerintah Belanda. Surat kabar diawasi dan dibreidel. Tokoh politik diawasi dan sewaktu-waktu dapat ditangkap. Sukarno selepas dari penjara belum menentu sikap permanen, masih berpikir keras. Parada Harahap juga terus berpikir agar tegak percaya diri, proses kebangkitan bangsa tetap berjalan dan mampu berjalan lebih cepat agar segera terwujud kemerdekaan.

Parada Harahap tidak memiliki hutang kepada pemerintah kolonial Belanda. Sebaliknya, Parada Harahap bertahun-tahun ‘dizalimin’ oleh polisi kolonial Belanda dan telah ratusan kali dipanggil ke meja hijau di pengadilan dan tak terhitung pula berapa kali harus masuk penjara.

Parada Harahap meretas jalan melihat di timur negeri Sakura. Parada Harahap telah lama menutup diri dan membelakangi di sebelah barat Negara Ratu di Belanda. Undangan ke Jepang, sesama Asia jelas menantang. Parada Harahap memutuskan secara sadar konsekuensinya dan membuat gebrakan, bersedia melakukan perjalanan misi ke Jepang. Suatu misi berskala internasional, suatu misi pribumi yang jelas keluar dari mainstream orang-orang pribumi.

De Sumatra post, 16-10-1933: ‘Pemimpin surat kabar Bintang Timoer, Mr. Parada Harahap akan berangkat 7 November disertai sejumlah guru pribumi dan pengusaha ke Jepang. Rombongan akan kembali melalui Manila’. [Bataviaasch nieuwsblad, 24-10-1933: ‘Jumlah yang ‘wisata’ ke Jepang sebanyak tujuh orang. Diantarnya tiga wartawan, satu orang guru, satu orang  kartunis, dan dua pengusaha (Batavia da Solo). Tiga orang diantaranya dari pulau-pulau luar (Jawa)].

Mesir dan Jepang adalah Negara berdaulat. Oleh karenanya, kedua Negara ini memiliki hubungan diplomatik dengan Nederlansch Indie (Hindia Belanda) yang dikuasai oleh Pemerintah Kolonial. Motif Jepang mengundang ‘delegasi’ pribumi ke Jepang kemungkinan besar karena alasan bisnis dan politik Asia. Sebaliknya, kedatangan delegasi Mesir ke Nederlansch Indie karena alasan kerjasama budaya (utamanya keagaaman dan pendidikan Islam).

De Sumatra post, 08-11-1933 (national dinner): ‘Pada tanggal 8 di rumah Mr. Thamrin diadakan jamuan makan malam untuk menghormati Komisi Mesir. Yang hadir adalah atas nama Liga Bupati (Bond van Regenten) yang dipimpin Mr. Soejono; atas nama Vereeniging dari Akademisi, Dr Soeratmo dan Dr Ratulangi; atas nama Nationale Fractie, Mochtar dan Soeangkoepon; atas nama pers berbahasa Melayu, Mr Parada Harahap; dan atas nama masyarakat Arab, Mr Alatas’.

Sementara itu, Sukarno, sekali lagi tidak menentu, malahan setelah ditangkap justru ingin keluar dari dunia politik (dan juga keluar dari Partindo). Konsolidasi di tubuh Partai Indonesia tampaknya tidak berhasil. Meski Sukarno telah memilih Partai Indonesia (selepas dari penjara) sebagaimana diucapkannya pada Kongres PPPKI yang baru berlalu, tetapi dalam kenyataannya Sukarno harus keluar dari Partai Indonesia. Apakah Sukarno semakin gamang setelah kali kedua Sukarno ditangkap?

De Sumatra post, 21-11-1933: ‘Sukarno keluar dari politik. Batavia, 21 November (Aneta). Dewan Utama Partai Indonesia mengumumkan bahwa telah menerima surat dari Soekarno, di mana ia mengumumkan bahwa ia pensiun dari gerakan politik. Dia juga menyebut bahwa Sukarno juga keluar sebagai anggota Partai Indonesia, yang permintaan itu dipenuhi oleh Chief Executive. Keputusan Sukarno dan juga atas pengunduran diri Gatot Mangkoepradja sebagai Kepala Badan, Dewan Eksekutif terdiri saat ini sebagai berikut: Ketua: Mr. Sartono, Wakil ketua Amir Sjarifoedin dan bendahara: Soewirjo. Sekretaris pertama: Njonoprawoto, Sekretaris kedua Soleman. Dewan: Sidik Djojosoekato, Djauhari Salim dan Toembel’.

Akhirnya Parada Harahap berangkat dengan rombongan ke Jepang. Inilah saat pertama muncul politik luar negeri Indonesia ketika anak-anak pribumi bekerjasama dengan Jepang. Selama ini gerakan politik anak-anak pribumi hanya terbatas politik dalam negeri (di dalam lingkup Nederlansch Indie dan Nederland). Ini ibarat anak-anak pribumi dipaksa harus memilih: blok barat (Nederland/Europe) atau blok timur (Japan/Asia). Parada Harahap (senior/jurnalistik) dan Mohamad Hatta (junior/mahasiswa) memainkan peran penting. Parada Harahap tidak punya hutang terhadap Belanda, maka pilihan Parada Harahap tidak ada pilihan harus menjalin aliansi dengan Jepang.

Mohamad Hatta juga tergolong tidak punya hutang terhadap Belanda, namun seperti lazimnya anak-anak pribumi yang mendapat pendidikan dari guru-guru Belanda (di Nederlansch Indie atau Nederland) cenderung berkolaborasi (ingin kesetaraan) tetapi, Hatta tampaknya sedikit melenceng dan lebih revolusioner dibanding yang lain dan sudah terang-terangan ‘ogah’ sama Belanda dan masih ‘mikir-mikir’ berkolabari dengan Jepang. Parada Harahap dan Mohamad Hatta menjadi sisa dua pribumi revolusioner yang menjadi pusat perhatian intel/polisi di Hindia Belanda (Sukarno telah diasingkan ke Flores).

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 17-11-1933 (Gratis Reisje. Inlanders naar Japan): ‘Dua jurnalis, satu dealer dan satu guru telah meninggalkan Priok dengan kapal Jepang, Nagoya Maru yang dipimpin Mr. Parada Harahap, editor dari Bintang Timoer. Disamping itu, seorang mahasiswa jurnalis akan tiba di Jepang secara terpisah untuk merekam situasi politik dan ekonomi, di Jepang’.

De Gooi- en Eemlander : nieuws- en advertentieblad, 28-11-1933: ‘Hatta, yang dikenal sebagai ‘Gandhi Indonesia’ disambut di Jepang, pergi ke sana untuk mendapatkan hubungan Commerciale. Sekarang pergi ke Jepang sebagai tokoh politik muda’.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 05-12-1933: ‘Inlanders ke Jepang. Aneta-Iwaki mentransmisikan tanggal 4 kelompok yang dipimpin oleh direktur BintangTimur, Mr. Parada Harahap, telah tiba di Kobe’.

Parada Harahap saat ini dapat dianggap sebagai ‘menteri luar negeri’ Indonesia yang membuka ruang bagi tokoh-tokoh penting lainnya, utamanya Soekarno, Hatta dan Amir. Parada Harahap hanya berpendidikan formal sekolah rakyat (SD), tetapi semangat belajar sangat luar biasa (otodidak). Setali tiga uang, adik ‘dongan sahuta’ Parada Harahap pada nantinya, Adam Malik (keduanya kebetulan pernah penghuni tetap penjara Padang Sidempoean) yang hanya sekolah menengah pertama (SMP) akan menjadi menteri luar negeri (sesungguhya) ketika membuka ruang bagi tokoh-tokoh lainnya seperti Widjojo Nitisastro, Emil Salim, Ali Wardhana, dan JB Soemarlin.

Dari tujuh anggota rombongan ke Jepang sesungguhnya komposisinya sangat unik. Seperti kata pers Belanda mengapa tidak ada unsur pemerintah. Ternyata ketujuh orang itu adalah ‘pemerintah’ mewakili rakyat Indonesia. Parada Harahap adalah sekretaris PPPKI (cikal bakal pemerintahan Indonesia). Masing-masing anggota memiliki fungsi ganda: Parada Harahap (wartawan revolusioner, pengusaha sebagai ketua Kadin Batavia dan pengurus PPPKI); Abdullah Lubis (wartawan, Direktur Pewarta Deli, mantan anggota dewan kota Medan, mewakili daerah); M. Hatta (akademisi sarjana ekonomi, pengurus organisasi mewakili pemuda/pelajar di luar negeri).Empat orang lagi berlatar belakang guru (Bandung), penguasaha perdagangan (Batavia), pengusaha manufaktur (Pekalongan) dan seorang pelukis/fotografer (Solo). Parada Harahap awalnya mengajak Sukarno, tetapi Sukarno sendiri sedang memiliki banyak masalah dalam hubungannya dengan konsolidasi partai (Partai Indonesia), apalagi dirinya baru keluar dari penjara (lebih hati-hati).

Ini tahun 1933. Parada Harahap saat ini menjadi pusat perhatian intel dan pemerintah kolonial Belanda. Semua koran berbahasa Belanda di Nederlansch Indie (Indonesia) menyajikan berita dan opini tentang Parada Harahap. Koran-koran yang terbit di Nederland (Belanda) juga tidak ketinggalan menyorot Parada Harahap. Sebab tokoh sentral Parada Harahap dalam hal ini bukan soal Inlander vs Moderlander lagi, tetapi sudah berada pada level Asia vs Eropa (head to head). Dari sisi pers, Parada Harahap telah membuat pers Belanda tampak heboh dan gaduh.

Dulu, tahun 1925, Parada Harahap pernah menyerang pers Belanda (lihat De Indische courant, 17-09-1925). Kala itu, hanya Parada Harahap yang berani perang terbuka dengan pers Belanda. Sekarang, sepak terjang Parada Harahap telah membuat gaduh pers Belanda.

Di dalam kegaduhan pers Belanda tersebut, Parada Harahap tengah berada di atas angin. Angin yang berhembus ke arah timur. Entah ada kaitan atau tidak mengapa pula koran Parada Harahap diberi nama Bintang Timoer (sebelumnya korannya bernama Bintang Hindia). Bintang Timoer (Parada Harahap) vis-Ć -vis Matahari Terbit (Jepang).

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 28-12-1933: ‘Unsur-unsur eksentrik revolusioner Indonesia ke Jepang dengan dalih kunjungan komersial, tidak hanya perhatian pemerintah. Juga menjadi hal-hal baru yang dipantau oleh bidang politik. Di tempat lain, di belakang nama-nama otoritas perdagangan Indonesia kualitas mereka, dan mereka seharusnya telah terlihat. Aneh di Jepang dua wartawan [salah satu Parada Harahap], seorang pedagang batik,‘master sekolah’ [M. Hatta] dan mahasiswa adalah penamaan orang sebuah ‘commissionnal’. Apakah Anda punya jawaban yang memuaskan untuk apa Mr Parada Harahap dari Bintang Timur di Jepang menyatakan baik di meja sebuah ‘sukiyaki dinner’ di Kikusui, hasil wawancara (ini tidak dikonfirmasi) Namun dia [Parada Harahap] mengatakan.; Kami ingin membantu membangun hubungan antara masyarakat Jepang dan Jawa, dan tujuan lain maka kita ingin (adat) masyarakat di Jawa di negara Anda dapat terhubung. Selanjutnya, berbicara tentang jutaan Java bahwa Jepang ingin tahu apa yang harus Parada Harahap dapat dilakukan. Terbaik melalui pers Melayu Karena Pemerintah Nederlandsche juga Hindia Belanda dan untuk kepentingan mereka mewakili Pemerintah Jepang melalui duta besar untuk Tokyo, Parada Harahap memberikan jaminan pada penciptaan hubungan harmonis antara bangsa-bangsa (sic) dari Jawa dan Jepang meskipun penting untuk melakukan, namun maksud terselubung dari seluruh disebut bandelsgedoe ini. Ini komite perdagangan tidak ada pejabat, adalah murni pribadi, agak transparan, hobi. Dan bahkan jika beberapa ‘acara resmi’ memiliki, maka itu bukan di jalan misi dagang untuk membuat hubungan ramah antara masyarakat’.

Parada Harahap, The King of the Java Press in Japan

Parada Harahap adalah simpul pergerakan politik Indonesia. Di satu sisi Parada Harahap, revolusiner memiliki track record yang konsisten melawan Belanda, di sisi lain, Parada Harahap adalah pemilik portofolio paling tinggi di mata orang Jepang. Di Jepang, posisi sosialnya dinaikkan menjadi The King of the Java Press. Saat ini, Parada Harahap memimpin Bintang Timoer di Batavia (Jawa Barat) dengan edisi daerah di Surabaya (Jawa Timur) dan Semarang (Jawa Tengah). Disamping itu Parada Harahap juga memiliki surat kabar berbahasa Belanda, Volkscourant. Total Parada Harahap memiliki lima media.

Bataviaasch nieuwsblad, 29-12-1933 (Java in Japan: The King of the Java Press): ‘The King of the Java Press’ telah tiba di Jepang. Dan ada resepsi diberikan, dia dijamu layaknya seorang raja, Mr Parada Harahap dari Bintang Timoer dan partainya dari atas  tampaknya benar-benar melakukan yang terbaik mereka dan dengan demikian sepenuhnya diperlakukan tuan tamu mereka dalam roh, yang merupakan kunjungi lonjakan negara dari Jawa ke Jepang ini, untuk alasan apa pun, sehingga sekuat mungkin untuk mendorong, dan dengan cara lain yang begitu mahal dapat memfasilitasi kontak dengan gerakan masyarakat adat. Misi Perwakilan Comirercial dari Jawa, yang orang-orang ini wartawan koran, termasuk agen batik diizinkan berbicara. Di kapal mereka disambut oleh Mr Shinzaburo Ishiwara, ‘general manager’ dari Ishiwara Sangyo Kaisha Kabushiki Kobe. Berkenaan dengan tujuan kunjungan mereka, pemimpin kelompok, Raja dari Pers Jawa, Mr. Parada Harahap, yang memimpin lima surat kabar Melayu diantaranya Bintang Timoer, berbicara bahwa: ‘Kami datang ke sini untuk melihat-lihat dan menikmati tempat-tempat terkenal keindahan alam dan juga untuk melihat ke pemimpin lingkaran perdagangan dan industry. Kami dapat untuk membantu dengan pembentukan hubungan persahabatan antara masyarakat Jepang dan Jawa. Mr Parada Harahap juga murah hati dengan nasihat yang baik. Ia berpikir bahwa Jepang akan melakukan sendiri benar mengerti populasi millionen di Jawa, yang ingin datang untuk mengenal negara ini dan ini bisa dilakukan dengan bantuan pers cukup baik kemudian ternyata bahwa Mr Parada Harahap siap untuk menyebarkan berita tentang Jepang sebanyak mungkin dan mengatakan masih akan menulis tentang Jepang dalam sebuah buku-hampir tidak bisa membawa semua niat ini, karena ia takut kunjungan singkat hanya selama tiga minggu, ia berpikir ke Jepang untuk memutar kembali waktu berakhir tentang Cherry Blossom dan sebagai anggota dari ‘Indonesia Parliamentary Party’.

De Indische courant, 29-12-1933 (Harahap in Japan: The King of the Java Press): ‘Sudah pergi, sebagai salah satu di kalangan luas di negeri ini, dengan perusahaan dari editor kepala Bintang Timur, ParadaHarahap yang membuat perjalanan ke Jepang, menurut Java Bode. Tampaknya dari majalah Jepang terbaru adalah perusahaan menerima enam ini ke Kobe dengan kehangatan dan kehormatan, yang jauh melebihi pentingnya orang-orang yang bepergian. Bahkan pers - atau tampaknya - telah datang dari pria terkesan. Kita mengatakan tampaknya karena kemungkinan tidak dikecualikan bahwa Jepang berguna mulai kunjungan sebagai kesempatan untuk mengambil di Hindia Belanda, yang mereka dapat menghasilkan saja. The Osaka Mainichi, sebuah majalah yang memiliki sirkulasi tetap terhadap jutaan, Parada Harahap menggambarkan sebagai ‘Raja pers Java’. Dia adalah kepala dari lima surat kabar pribumi, termasuk Bintang Timur. "Kami ingin membangun antara masyarakat Jepang dan Jawa hubungan baik dan untuk tujuan kita berniat, yang Anda inginkan. Jasa Jawa Pers Jepang akan melakukannya dengan baik untuk membuat dirinya dimengerti oleh jutaan orang baik di Jawa, dan ini mungkin - kami percaya - capai melalui pers. Ada saat ini 240.000 orang Eropa di Jawa dan sebagian besar dari mereka dapat berlibur di Eropa tidak mampu, karena ada hambatan harga tinggi dan perjalanan panjang. Jepang adalah posisi yang sangat menguntungkan untuk menarik pekerja keras Eropa, yang memiliki kebutuhan liburan, untuk dirinya sendiri. Hal ini sangat disayangkan bahwa, meskipun di Jawa banyak yang diketahui tentang politik, ekonomi, kehidupan sosial dan atletik di Eropa, pada saat ketika orang-orang sedikit yang diketahui tentang Jepang dan ini adalah Jepang sendiri dalam ukuran kecil yang bertanggung jawab karena saya takut bahwa itu adalah pertukaran berita tentang kehidupan di Jepang dan Jawa diabaikan. Saya bersedia bertukar berita dengan Jepang seluas mungkin untuk menyebar. Saya berencana untuk menulis buku tentang Jepang. Saya hampir tidak bisa berharap untuk mencapai perjalanan, tujuan saya tapi rencana saya untuk kembali ke Jepang pada saat cherry blossom sebagai anggota dari Indonesia Parliamentary Party’.

Berita ini juga dilansir De Sumatra post yang terbit di Medan. Oplah De Sumatra Post di Padang Sidempoean cukup tinggi. Parada Harahap sangat terkenal di Padang Sidempuan yang mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di kota itu pada tahun 1919.

Parada Harahap Pulang dari Jepang: Berperan Bagai ‘Menteri Ekuin Indonesia’

Parada Harahap berangkat ke Jepang pada kunjungan pertama (7 November) hanya dilirik pers Belanda sebagai berita kecil. Kini, setelah Parada Harahap pulang, pers Belanda matanya mulai terbelalak.

Soerabaijasch handelsblad, 11-01-1934 (De Javasche Perskoning. Keert terug.): ‘Dengan kapal ‘Panama Maru, yang hari Sabtu kapal diharapkan merapat di Tandjong Perak, akan kembali Mr. Parada Harahap, Editori Chief dari Bintang Timoer, yang selama tinggal di Jepang memiliki kesan menjadi poster sebagai  tokoh jurnalieme Hindia Belanda. Kapal meninggalkan hari berikutnya ke Batavia, belum diketahui apakah di sini The King of Java Press akan pergi ke darat dengan Panama Maru atau akan terus berlanjut ke Batavia’.

Parada Harahap dan rombongan tiba kembali di tanah air. Tidak langsung ke Batavia, melainkan turun di Surabaya. Ini bukan tanpa scenario. Untuk melihat situasi dan kondisi dipilih turun di Surabaya. Alasannnya logis, Surabaya adalah kampong halaman Sukarno dan Soetomo. Tapi bukan karena itu, tapi di Surabaya sudah lama tinggal Dr. Radjamin Nasution. Saat itu Radjamin Nasution adalah anggota dewan kota (gementeeraad) Surabaya, mantan kepala bea dan cukai Tandjong Perak. Radjamin Nasution adalah ketua Sarikat Pekerja pelabuhan Tandjong Perak. Sebagaimana diketahui, Tandjong Perak adalah pelabuhan tujuan utama kapal-kapal Jepang. Jika sewaktu-waktu ada penangkapan polisi Belanda, Parada Harahap akan mudah berlindung.  

De Indische courant, 13-01-1934 (Parada Harahap. Kembali dari Jepang. Wawancara): ‘Wartawan  pribumi Mr. Parada Harahap telah tiba disini pagi ini dengan Panama Maru dari Osaka Shosen Khaisa. Dia tinggal di sini selama beberapa hari, dan kemudian ke Batavia. Mr. Parada memiliki lima surat kabar pribumi, di Batavia dan Bandung. The "Bintang Timoer", yang Mr Parada kepala redaksi majalah adalah yang terbesar dan paling penting. Dari tujuh, dua warga Indonesia di Jepang tertinggal di belakang, agar sana untuk membuat kemajuan dalam belajar untuk universitas; baik belajar dalam kimia. Kelompok, yang mencakup seorang guru dan seorang apoteker yang diam di Jepang selesai sekitar satu bulan program ke Tokyo. Tapi itu bukan maksud Bapak Parada, hanya untuk dilihat, industri besar apa yang ia harus tur hanya Pabrik mobil, pesawat terbang, dll. Dia ingin melihat negara dengan mata kepalanya sendiri, juga membuat studi tentang perusahaan-perusahaan kecil, termasuk di bidang pertanian hortikultura dan daerah peternakan. Di sana mereka punya di Hindia lagi. Bahwa Jepang barang manufaktur sangat murah adalah dongeng. Barang yang diproduksi di semua rentang harga murah. Setiap negara akan menerima barang, yang bisa berada di sana. Disimpan jadi itu akan membuat akal untuk Jepang, di HIndia kini menjejalkan dengan barang-barang mahal. Populasi mereka tidak bisa membayar. Memang semakin mahal dan karena itu pergi barang yang lebih baik ke Amerika dan Eropa. Essentials untuk Jepang adalah bahwa ada pasar untuk itu. Dan itu saja. Jepang masih lebih murah menghasilkan mereka, daripada sebagian besar negara di dunia. Sebuah kecenderungan tertentu untuk Mr Parada telah membuktikannya. Upah rendah, metode untuk geperfectionneerd secara rinci, tingkat yen rendah. Harga jual juga rendah. Oleh karena itu, barang-barang Jepang terbang ke luar negeri. Dua yen secara kasar setara dengan emas. Jepang bertujuan untuk segalanya untuk mengepung Eropa. Pendidikan adalah baik-baik saja, menemukan satu universitas besar, yang memberikan yang terbaik profesor mengajar. Bahwa lembaga pendidikan tinggi yang disimpan di bangunan yang indah dan dilengkapi dengan cara yang paling modern perpustakaan luas dengan buku dalam semua bahasa. Pengajaran bahasa telah berkembang sangat dalam beberapa tahun terakhir. Setiap Jepang yang pergi ke luar negeri, diperbolehkan untuk mengajar bahasa Negara tujuan. Dengan demikian, ada dua orang Indonesia di Jepang, salah satu dari Hindia Belanda, yang lain dari Singapura, yang mengajar dalam bahasa pribumi. Dengan demikian, Mr Parada Harahap mengatakan kepada kami beberapa hal dari kesan-kesan. Dia yakin bahwa Hindia dalam beberapa hal dapat belajar banyak Jepang. Asli dari negara yang dapat belajar untuk menusuk, untuk menjadi aktif dan berkembang. Besar motivasi diri adalah hand. Hal ini hoognoodig baginya, dia tidak mendapatkan di belakang dan di bawah tekanan. Mr Parada mengatakan kepada kami akhirnya bahkan sebagian, bahwa ia akan menunjukkan. Tayangannya dalam artikel dan dalam bentuk buku. Buku yang ditulis dalam bahasa Melayu muncul sekitar bulan April sebagai terhadap waktu yang sama, sebuah kelompok kedua Indonesia akan berangkat ke Jepang’.

Setelah rombongan Parada Harahap ke Jepang ini kelompok kedua dilaporkan akan berangkat ke Jepang. Namun ini ternyata tidak jadi (tidak terdeteksi dalam surat kabar). Kunjungan yang mirip justru ketika Jepang dikabarkan menyerah kalah dari sekutu, 1945. Sukarno dan Hatta berangkat ke Saigon untuk menemui atas undangan petinggi pemerintah.militer Jepang di Asia Tenggara. Kunjungan Sukarno dan Hatta tersebut dalam kaitannya dengan persiapan kemerdekaan Indonesia.

Parada Harahap Membuat Pers di Belanda Mulai Khawatir Keberadaan Bangsa Belanda di Indonesia

Parada Harahap yang datang dari pers merdeka, wartawan revolusioner yang kini pemilik lima surat kabar, yang juga ketua kamar dagang dan industri pribumi, ketika pulang dari Jepang berjalan dengan tegak. Wartawan dari pers Belanda mewawancarai Parada Harahap. Inilah kali pertama pers pribumi revans terhadap pers Belanda. Koran-koran di Belanda menurunkan laporan tentang Parada Harahap, diantaranya De Telegraaf (edisi 29-01-1934), Het Vaderland: staat-en letterkundig nieuwsblad (edisi 29-01-1934), De banier: staatkundig gereformeerd dagblad edisi 16-02-1934, Algemeen Handelsblad edisi 14-02-1934, De tribune: soc. dem. Weekblad edisi 15-03-1934 dan koran-koran lainnya.

Untuk mendapat cover both side, wartawan Belanda harus sibuk pula menerjemahkan koran-koran berbahasa Jepang yang terbit di Jepang, seperti Osaka Mainichi, Tokyo Nichi Nichi dan lainnya. Algemeen Handelsblad merangkum isu Parada Harahap sebagai keprihatinan terhadap pemerintah Belanda. Pers di Belanda Mulai Khawatir Keberadaan Bangsa Belanda di Indonesia.

Algemeen Handelsblad, 14-02-1934 (Onze Oost Japans Politike Belansg-Stelling. Meer aandacht gevraagd): ‘Ada juga diantara para pemimpin gerakan masyarakat adat untuk kepentingan Hindia Belanda di Jepang, negara Oriental, begitu luar biasa dalam waktu singkat, Westersch begitu luar biasa mampu untuk berbelanja dan jangan ragu untuk melemparkan dirinya sebagai juara Asia dan masyarakat. Perjalanannya telah menarik banyak minat di kalangan pribumi dan disebut akan, seperti yang telah dilaporkan, waarschijniyk diikuti oleh orang lain. kepentingan para pemimpin pribumi kami untuk Jepang didorong oleh serikat "Kaigai Kyolky Kyokai," serikat membuat propaganda untuk tujuan oleh Jepang, yang berbasis di Hindia. Seorang wartawan Jepang menulis tentang dalam lembar Maleisen, termasuk yang berikut: Serikat yang akan. segera memulai pendirian pesantren untuk kepentingan mahasiswa asing. Persiapan ini sudah hampir selesai. Biaya per bulan per siswa diperkirakan sekitar 50 yen (25 gulden). Ini akan dibangun sekolah menengah pertanian, sekolah perdagangan, sekolah teknik. Pada saat ini, menurut wartawan, satu telah berada di Tokyo beberapa mahasiswa dari Hindia. Pada yang terakhir Pan-AziĆ«eongres telah berbicara termasuk Sumatera, beberapa Gaoes bahwa kursus dalam bahasa Jepang. Saya minta maaf - demikianlah wartawan, bahwa ada begitu sedikit disebut mahasiswa Hindia, baik untuk kepentingan kemajuan Indonesia seperti untuk memperkuat persahabatan antara negara-negara Asia. Dianjurkan untuk mengirim sebanyak mungkin orang-orang muda ke Jepang. Mengapa hal ini menguntungkan untuk pergi ke Jepang tidak perlu dibahas lebih lanjut. Posisi Jepang di Dunia Dikenal. Mengenai ilmu, seperti astronomi, listrik, kedokteran, teknik, djiudjitsu, dll Jepang adalah No. 1 di dunia! Hindari propaganda ini Hindia tidak bisa meninggalkan acuh tak acuh. Dan meskipun kita tidak tahu bahwa di balik sutra Jepang mengintai kebijakan luar negeri resmi atau tidak resmi, kasus apapun, itu yakin bahwa kepentingan pribumi yang tertarik untuk Jepang, sebuah tahanan politik. Satu dapat sekitar mereka berbicara dan mengatakan bahwa ada interpretasi lain. Kami sangat menghormati tenaga kerja dan warga negara berada di bawah pemerintah pansche dan orang-orang Jepang, tapi di situlah letak bahaya, menyerukan Jepang sendiri dan bagi lingkungannya, bahwa yang terbaik adalah secara terbuka mendiskusikan. Jika Jepang memang untuk perdagangan dengan Hindia Belanda adalah mengembangkan, maka seharusnya tidak menggoda dengan para pemimpin terisolasi vftnjer gerakan masyarakat adat, tapi kehormatan ini  untuk semua sentuhan mengacu pada jalur resmi’.

Kekhawatiran pers di Belanda jelas punya alasan. Parada Harahap dan rombongan adalah satu hal, hal yang mendukung pergerakan politik Indonesia. Hal lain adalah bahwa Jepang adalah Negara yang jauh lebih maju dibanding Belanda. Indonesia dan Jepang yang sesama Asia akan menarik garis perbedaan antara barat dan timur.

Parada Harahap, Pengalaman Intelektual di Jepang: Nederland Tidak Ada Apa-apanya

Setelah kunjungan Parada Harahap ke Jepang, penilaian Parada Harahap tentang Jepang adalah kemajuan Jepang sangat luar biasa dan Belanda di Eropa tidak apa-apanya. Kesan inilah yang diinginkan oleh Jepang agar rakyat Indonesia beralih dari Belanda dan lebih dekat dengan Jepang. Untuk membagi cerita ini, Parada Harahap akan menyusun buku yang bisa disebarluaskan.

De banier: staatkundig gereformeerd dagblad, 16-02-1934 (Pengalaman dari intelektual Indonesia di Jepang): ‘Mr Parada Harahap 13 Januari kembali. The Ind Ct. Surabaya telah berbicara dengannya dalam perjalanan, dan menceritakan hal-hal Jepang telah berada di industri dalam jangka pendek sangat diperluas. Sejumlah besar barang yang diproduksi dikirim ke luar negeri dari fabrleksboeken Mr Parada bisa memverifikasi bahwa jumlah yang dikirim ke Hindia benar-benar sangat signifikan dan dalam waktu dekat, jika memungkinkan, akan semakin besar. Dapat dimengerti bahwa Japenners peninggian akhirnya tugasnya untuk tidak berbicara. Pengajaran bahasa telah berkembang sangat dalam beberapa tahun terakhir. Setiap Jepang yang pergi ke luar negeri, diaktifkan bahasa negara yang belajar kesempurnaan. Dengan demikian ada dua orang Indonesia di Jepang, salah satu dari Hindia, yang lain dari Singapura, yang mengajar dalam bahasa pribumi. Itu sangat menarik untuk mendengar, kata traveler kami, bahkan pemuda Jepang bisa berbicaraMelayu beberapa kata dan wisatawan ke Indonesia dengan Slamet Dateng! (Welcome!) menyambut. Selama perjamuan, yang hanya duduk dengan Jepang Mr Parada Harahap yakin bahwa Hindia dalam beberapa hal banyak dari Jepang dapat belajar untuk mendalam, untuk secara aktif dan harus berkembang. Besar motivasi diri adalah hands ini untuk dia, sangat diperlukan, tidak akan jatuh di belakang dan kesengsaraan. Mr. Parada akhirnya diberitahu bahkan sebagian, bahwa ia tayangan dalam artikel dan akan muncul dalam bentuk buku. Buku ini ditulis dalam bahasa Melayu muncul kira-kira dalam April. Pada saat itu, kelompok kedua Indonesia akan berangkat ke Jepang.

Tentu saja kunjungan Parada Harahap ke Jepang ada saja pihak yang tidak menginginkan, apakah karena cemburu atau karena kelompok penentang ini lebih memilih Belanda. Surat kabar Soeara Oemoem yang terbit di Surabaya menulis: ‘Tuan-tuan ‘national reformisten’ menawarkan jasa mereka kepada imperialisme Jepang, sementara mereka mencoba untuk mendapatkan koneksi dengan Jepang dengan konsesi sedikit longgar untuk mengancam kolonial Belanda! Memang hanya ada dua pilihan: Jepang atau Belanda. Meski begitum pers Belanda masih sedikit lega karena Parada Harahap bukanlah pendukung fasis. Bagi Parada Harahap boleh jadi Belanda atau Jepang sama saja. Parada Harahap lebih memilih Jepang.

De tribune: soc. dem. Weekblad, 15-03-1934: ‘Mr Parada Harahap, penerbit ‘netral’ majalah Melayu, dimana ‘netral’ terhadap propaganda Hitler dan General Haraki. Harahap dan rombongannya diterima oleh Walikota Kobe, oleh Gubernur Shirane dan Chamber of Commerce, serta pers Jepang yang membuat pengaruh besar didirikannya Institute Jepang-Indonesia, dimana pelajar Indonesia bisa belajar di Jepang dengan murah dan mendapatkan semua informasi tentang pendidikan tinggi di Jepang. Majalah pribumi ‘Soeara Oemoem’ menulis: ‘Tuan-tuan national reformisten menawarkan jasa mereka kepada imperialisme Jepang - sementara mereka mencoba untuk mendapatkan koneksi dengan Jepang dengan konsesi sedikit longgar untuk mengancam kolonial Belanda! Hal ini jelas bahwa tidak ada kebijakan yang dapat merusak bagi masyarakat Indonesia. Siapa di Jepang mencari dukungan melawan imperialisme Belanda berasal dari hujan menetes. Kaum burjuis Indonesia menawarkan dirinya kepada penawar tertinggi untuk bertindak sebagai agen. Penindasan kolonial. Namun, fakta bahwa colonial juga meneteskan cahaya terang seperti Hatta yang kini melakukan perjalanan ke Jepang, dalam rangka propaganda untuk ‘Pan-Asian’ oleh kebijakan Jenderal Araki. Satu akan mengatakan bahwa bahkan para pemimpin OSP dan Mohammad Hatta harus belajar, jika Anda tidak gulma, mereka melakukannya begitu lama tidak mampu lagi komandan fasis Belanda sangat takut tentara Jepang dan armada Jepang, mereka gemetar di kursi mereka, karena mereka membaca bahwa telegram Baron Gah dari Tokyo yang ditujukan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yang ia dari kelompok keuangan, yang ia mewakili, memprotes pembatasan impor Jepang, sebagai bertentangan dengan ditutup oleh perjanjian perdagangan Indonesia. Dan mereka melihat tapi satu jalan keluar: penguatan militerisme Belanda ‘The Rijkseenheid’ mengamati: bahwa armada kami di India jauh terlalu lemah! bahwa Hindia adalah basis cukup kuat ETI karena Angkatan Darat Hindia terrlalu banyak penyimpanan bahan bakar minyak berat yang cukup dipertahankan di Hindia; militer ETI memiliki cukup artileri, tank, sumber anti-pesawat tetapi denga armada yang lemah; bahwa kavaleri terlalu banyak berkurang; dengan jumlah cukup dari komandan latihan berulang-ulang, bintara dan laki-laki kehilangan kesempatan untuk berlatih cukup. Dan pisau teror fasis menunjuk ke ‘seringai Japansche’ dan bahaya besar yang mengancam provinsi Southern kita, sekarang Perancis dan BelgiĆ« di border timur dalam kondisi yang tangguh disebabkan oleh cuaca. Kesimpulannya adalah, tentu saja, harus memperkuat Wehrmacht’ Tidak ada pemotongan tentara dan angkatan laut, tetapi menghabiskan unsparingly. Mari kita membeli kapal perang, bunker beton, artileri, amunisi dan pesawat dan untuk pengangguran untuk tenaga kerja! Perang Harness alih-alih bekerja dukungan berdaya tersebut adalah slogan mulia baru dari kaum fasis Belanda Kita tahu betul bahwa ini akan bertemu dengan oposisi yang besar, kaum borjuis Belanda tidak dalam limbo, bahwa kelas pekerja tidak berkenan dakwaan baru, ratusan untuk menanggung mereka diperlukan untuk tentara agak modern di darat, di laut dan di udara dalam jutaan dolar, tetapi perang mendekati dengan langkah-langkah cepat, baik di Eropa maupun di Asia, dan karena itu sangat mendesak. Jadi tidak rela atau terpaksa! Menulis tuan-tuan dari ‘Vaderlandsche club’ dan kaum borjuis Belanda karena itu meletakkan jarak yang memisahkan dirinya bahkan kediktatoran fasis dipercepat untuk mendapatkan perdagangan dan pembajakan. ‘Tiga hal ini tidak dapat dipisahkan’ kata Goethe tua, yang memendam ilusi tentang berkat-berkat dari kapitalisme. Satu dapat menyajikan kata yang tepat bervariasi: Koloni, perang dan fasisme, yang merupakan kudus Trinitas baru, yang tidak dapat dipisahkan. Dan perjuangan melawan fasisme, menentang perang imperialistischen dan penindasan kolonial juga merupakan kesatuan yang tak terpisahkan’.

Parada Harahap jelas bukan anti fasis (Jepang dan Jerman), tetapi hanya anti Belanda. Gerakan-gerakan anti fasis sudah sejak lama ada di kalangan tokoh muda pribumi. Para aktivis anti fasil ini ada yang anti Belanda dan juga yang berkolaborasi dengan Belanda. Para aktivis anti fasis dan anti Belanda yang terus berjuang di bawah tanah banyak yang ditangkap (dan diasingkan ke Digul). Parada Harahap bukan fasis tetapi anti Belanda. Segala cara dilakukan Belanda untuk menjerat Parada Harahap, tetapi selalu lolos. Parada Harahap telah berpengalaman soal retorika dan berpengalaman dalam menghadapi pengadilan Belanda. Parada Harahap tidak mau masuk penjara lagi apalagi diasingkan. Parada Harahap ingin terus eksis untuk menyemangati gelora uintuk mencapai kemerdekaan. Ditangkat dan diasingkan hanya akan mematikan langkah untuk berjuang.

Parada Harahap Kritik Pers Belanda: Pers Belanda, Welkom!

Parada terus berjuang habis-habisan di bidang pers dengan pena yang sangat tajam. Parada Harahap dulu pernah menulis dalam bahasa Belanda di Java Bode agar pesannya dapat dibaca oleh orang-orang Belanda (1925). Itu tidak cukup, Parada Harahap harus mengakuisisi koran berbahasa Belanda yang dimiliki orang Belanda di Batavia agar ada media pribumi berbahasa Belanda (1930) yang kemudian menjadi Bintang Timoer edisi bahasa Belanda. Lalu Parada Harahap ketika berangkat, selama dan setelah pulang dari Jepang pers Belanda mulai mengulik-ulik koran-koran pribumi untuk mendapatkan sepak terjang Parada Harahap.

De Indische courant, 09-05-1934 (Welkom!): ‘Parada Harahap, editor menulis di kolom editorial Bintang Timoer, bahwa banyak wartawan Belanda masih begitu parah bahwa pengetahuan tentang bahasa Melayu. Kita selama ini kurang memperhatikan tapi kita harus dengan jalan tengah. Kita kurang memiliki kesabaran untuk memaknai bahasa. Alih bahasa ini ternyata membuat pribumi tidak nyaman. Artikel ini menunjukkan bahwa untuk orang biasa mengapa harus disebut ‘oranghutan laki-laki’ dan ‘orangutan perempuan’ dan baru menyebutnya Mr (tuan) untuk orang yang terpandang. Untuk semua alasan ini, kita bisa memuji inisiatif Bintang Timocr sepenuh hati. Kita tidak meragukan perlunya di pers Belanda dapat diedit oleh pemuda pribumi. Bintang Timoer diharapkan dapat pemulihan hubungan dan ketenangan dalam hubungan yang ada selama ini antara orang Belanda vs orang pribumi, dan kami berharap itu juga. Hambatan bahasa bagi banyak pihak utamanya untuk apresiasi yang layak dari ide-ide dari kelompok lain, dan beberapa tawaran, pemahaman, pengertian simpatik hanya dapat berhasil dari membuka hati secara utuh. Media dalam hal ini (berbahasa) adalah sarana yang tepat: welcome!’

Sejak itu, pers Belanda mulai tidak malu dan tidak risi untuk membaca koran pribumi berbahasa Melayu. Momen ini dimanfaatkan oleh Parada Harahap untuk menunjukkan jiwa nasionalis sejati dan kebutuhan saling menghargai. Sebuah artikel editorial di Bintang Timoer terpaksa ditanggapi oleh editor Belanda dengan kepala dingin. Posisi Pers Belanda vs Pers Pribumi mulai berimbang.

De Indische courant, 14-05-1934: ‘Asosiasi Perdagangan pribumi, dipimpin oleh Mr Parada Harahap, untuk penerimaan organiseeren selama kunjungan delegasi Jepang, yaitu mereka dipimpin oleh Osaka Mainichi’

Parada Harahap: Buku Kedua Perjalanan Wartawan. Buku Parada Harahap: 'Menoedjoe Matahari

Parada Harahap tidak hanya telah berhasil menundukkan pers Belanda, tetapi juga telah memberi kesan pers Indonesia di mata pers Jepang cukup ok. Di bidang pers, Parada Harahap telah menyatukan semua wartawan. Demikian juga untuk pemilik surat kabar.

Bataviaasch nieuwsblad, 25-06-1934: ‘Rapat Direksi Koran di Solo. Hampir semua direktur surat kabar pribumi dipenuhi dengan tujuan untuk membangun Asosiasiini didirikan, dengan Dr R. Soetomo, direktur ‘Soeara Oemoem di Soerabaya sebagai presiden, Saeroen, direktur Pemandangan dan Parada Harahap, direktur Bintang Timoer sebagai komisaris’

Pers Belanda sangat iri melihat keberhasilan Parada Harahap. Parada Harahap tidak hanya pintar berpolemik dengan pers Belanda, juga Parada Harahap sangat piawai di pengadilan, sangat banyak menuli buku. Buku berjudul ‘Perjalanan ke Matahari Terbit’ karya Parada Harahap tidak hanya dibaca rakyat Indonesia tetapi juga oleh pers Belanda (karena pers Belanda tidak pernah ke Jepang).

Bataviaasch nieuwsblad, 20-07-1934: ‘The managing editor  Bintang Timoer, Mr Parada Harahap, telah berkunjung ke Jepang. Ini kami iri kepadanya. Ia telah menulis tentang Jepang, dalam makalahnya, dan, sekarang ditambah dan direvisi, dibundel dalam sebuah buku yang menyandang judul: Perjalanan ke Matahari Terbit. Selain Jepang, penulis juga menemukan dirinya agak penting bahwa pada cover kita menemukan dia digambarkan, baik di Hindia dan Jepang dan banyak foto dapat ditemukan Mr Parada didampingi oleh orang-orang terkemuka Jepang atau yang Bapak Harahap menganggap seperti itu, digambarkan. Penulis adalah, berkat dia iklim ekonomi yang menguntungkan di Jepang, dimana hubungan persahabatan dengan penduduk pribumi akan tampaknya lebih penting dibandingkan dengan penguasa Belanda, menerima hangat: mereka menunjukkan dia banyak dan menghibur dia dengan cara yang paling menyenangkan, yang mengarah ke hasil ganda penulis mungkin hal-hal yang memang menarik, tetapi mereka berada dalam ditulis setidaknya pada latar belakang simpati yang besar, yang tidak selalu diucapkan. Semua dalam semua cukup banyak cara masalah yang sangat menarik, yang sangat disayangkan bahwa buku ini muncul hanya dalam bahasa Melayu. Rupanya ragu untuk mempermanis pekerjaan yang kita diterima secara bersamaan dari pencetakan yang sama. Ini adalah buku kedua dalam genre ini yang menikmati wartawan travel ditulis berhasil. Karya pertamanya adalah Dari Pantai ke Pantai (From Coast to Coast)’

Sukarno telah diasingkan ke Flores. Sementara, Parada Harahap setelah melakukan manuver ke Jepang, polisi/pemerintah terus memasang jerat untuk menghancurkan Parada Harahap. Tidak ada pasal pidana (delik pers), polisi/pemerintah mengenakan pasal perdata dengan menuduh Parada Harahap salah dalam tatakelola perusahaan. Akibatnya Bintang Timoer disuspen (dilarang terbit). Namun begitu, Parada Harahap terus maju, malahan menerbitkan surat kabar baru. Itulah Parada Harahap berjuang terus di dunia pers, dunianya sejak 1917.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 02-10-1934 (Nieuw Inlandsch Blad): ‘Bendera Timoer, Mr Parada Harahap memiliki koran baru yang disebut Bendera Timoer. Kantor ini terletak di Brugstraat 48, Batavia’.

Bataviaasch nieuwsblad, 03-10-1934: ‘Mr. Parada Harahap mengatakan bahwa suspensi editor Bintang Hindia dilakukan oleh liquldateur dari kantor pemerintah. Suspensi akan ditenggat hingga 8 November.. Saat ini majalah yang diterbitkan oleh  Mr Parada Harahap sekarang nama Bendera Timoer untuk menghindari kebingungan’.

Di kampong halaman Parada Harahap di Padang Sidempuan, Adam Malik diadili dan dipenjarakan setelah ditangkap di Pematang Siantar. Adam Malik dituduh menyebarkan materi politik di Sipirok yang dianggap menyerang Belanda. Surat kabar Sinar Sipirok terbit di Sipirok. Editor mingguan Sinar Sipirok ini adalah Soetan Katimboeng (De Sumatra post, 26-05-1933). Surat kabar ini merupakan surat kabar paling radikal. De Sumatra post, 26-06-1933 Sutan Katimboeng mantan Loehathoofd dari Saromatinggi melakukan rapat besar tentang politik di Gunung Tua. Rapat itu dianggap pelanggaran secara hukum dan menjatuhkan hukuman sembilan bulan penjara. Surat kabar Sinar Sipirok berafiliasi dengan suatu partai dimana nama Adam Malik dikaitkan.

De Sumatra post, 27-10-1934: ‘Larangan pertemuan. Minggu terakhir di Siantar ditangkap Adam Malik, anggota dewan dari partai politik di Siantar. Penangkapan itu terjadi atas permintaan hakim Sipirok sejak Adam Malik itu diduga mengadakan pertemuan partai ketika ia berada selama di Siporok. Di bawah polisi mengawal Adam Malik dibawa ke Sipirok…’.

Adam Malik lalu dikurung di penjara Padang Sidempuan. Penjara ini merupakan langganan Parada Harahap ketika dirinya dikenakan pasal delik pers dalam mangasuh surat kabar Sinar Merdeka (1919-1922). Saat Adam Malik mendekam di penjara Padang Sidempuan, Parada Harahap di Batavia tengah diincar polisi/pemerintah Belanda. Apakah Parada Harahap akan masuk penjara lagi?

Parada Harahap Ditangkap dan Disidang

Kunjungan Parada Harahap ke Jepang ternyata tidak hanya pers dan pemerintah yang berang, tetapi juga sejumlah oknum wartawan mengusulkan agar Parada Harahap dipecat dari Perdi. Kunjungan Parada Harahap ke Jepang ada yang merasa nyaman tetapi juga ada yang merasa tidak tenang.

Meja hijau selalu solusi optimal untuk membungkam dan menghambat langkah Parada Harahap. Perjalanan Parada Harahap ke Jepang diduga alasan kuat mengapa dijepit dari dalam maupun dari luar. Komunitas media menyayangkan Bintang Timoer karena Koran ini memiliki oplah paling tinggi. Lalu Bintang Timoer dan Bendera Timoer lenyap dari dunia pers. 

De Indische courant 03-01-1935: ‘Kasus Parada Harahap. Perjalanan ke Jepang terasa mengganggu di gigi. Di kalangan pribumi wartawan begitu terkenal Parada Harahap kompetisi menjadi sasaran interogasi panjang setelah penangkapannya Jumat pagi’. Bataviaasch nieuwsblad, 19-01-1935: ‘Bintang Timur memiliki sirkulasi lebih dari 3000 eksemplar’

Semua peluru seakan diarahkan kepada Parada Harahap. Melihat pigur Parada Harahap coba dihancurkan dari semua arah termasuk Perdi (organisasi wartawan Indonesia). Pihak Jepang mulai buka suara.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 21-01-1935: ‘Parada Harahap geroyeerd? Parada Harahap dipecat? Kita belajar bahwabeberapa wartawan pribumi ke administrasi pusat federasi wartawan pribumi di Jogja miliki dengan permintaan Perdi lakukan untuk wartawan Parada Harahap, yang, seperti sudah diketahui, pada saat dalam langkah-langkah preventif masalah hak asuh malpraktek NV Bintang Hindia, yang ia direktur bertahun-tahun. Permintaan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa PH akan dikenakan dirinya sebagai jurnalis tidak layak’.

De Indische courant, 26-04-1935 (Leiders, Pemimpin): 'Akhirnya, Mr Imamura Chusuke memberikan beberapa keterangan tentang beberapa pemimpin politik dan wartawan pribumi, yang jauh dari lengkap dan juga di sana-sini benar-benar salah. Berturut-turut, ia tidak menyinggung tuan-tuan Thamrin, Mohammad Hatta, Rais, Parada Harahap dan Saeroen setiap menggarisbawahi dan menyimpulkan pidatonya dengan cerita tentang organisasi Gerakan Nasional, yang belum bebas dari kesalahan. Jadi dia tidak menyinggung pengaruh gerakan Hitler disini, hanya untuk menyebutkan. kebodohan tunggal orang Belanda disini di Hindia. Kita tidak diberi waktu dan pergi meninggalkan tempat tanpa komentar, tapi kita harus takjub. Kami mendengar bahwa propaganda bersemangat ini bahkan belum diambil dirinya benar menginformasikan pemikiran tentang nilai sejarah Pan-Asia sejarah gerakan nasionalis di negara ini dan organisasi masa lalu dan sekarang dari kelompok masyarakat dan partai. Tidak bisa mencegah bahwa setiap orang dapat menyesuaikan diri peduli kehidupan rakyat, bahkan kebijakan penindasan pemerintah'.

Parada Harahap dan rombongannya bukanlah fasis. Ketika Parada Harahap dituduh fasis, konsul Jepang buka suara. Parada Harahap ke Jepang hanya motif hubungan bilateral, untuk kemajuan bangsa seperti industri, perdagangan dan pendidikan. Parada Harahap saat itu masih menjadi Ketua Kadin pribumi di Batavia. Semua pihak mulai memahaminya. Parada Harahap tidak terbukti di pengadilan. Parada Harahap dibebaskan dari semua perkara.

Seperti analogi orang-orang Belanda: Maluku adalah masa lalu, Jawa adalah masa kini, Sumatra adalah masa nanti. Setali tiga uanga: analogi orang pribumi yang tengah berkembang: Belanda adalah masa lalu (dimulai Dja Endar Moeda), Jepang adalah masa kini (dimulai Parada Harahap), Moskow adalah masa nanti (dimulai Sukarno).

PPPKI dan Kongres Indonesia Raya

Anggota Volksraad 1935 (Thamrin, Soangkoepon, Toduung)
Parada Harahap bukanlah politisi. Parada Harahap adalah pejuang revolusioner yang ingin menyatukan bangsa, bekerja di bidang media untuk menyebarluaskan pengetahuai untuk pendidikan dan pembangunan ekonomi bangsa. Sudah banyak partai yang didirikan, seperti PNI (Tjipto/Sukarno), Partindo (Sartono), PBI (Soetomo), tetapi tidak satu pun yang dimasukinya. Parada Harahap hanya ingin semua organisasi masyarakat (ormas) dan organisasi politik (orpol) tumbuh dan berkembang bersama-sama untuk satu tujuan: Kemerdekaan. Saat ini (1935) politisi di Volksraads asal Padang Sidempuan (kampong halamannya) ada tiga orang: itu sudah cukup. Mereka itu adalah Dr. Abdul Rasjid Siregar (dapil Tapanoeli); Abdul Firman gelar Mangradja Soangkoepon (dapil Sumatra Timur) dan Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (diangkat dari golongan pendidikan). Todoeng adalah bergelar doctor (PhD) dari Leiden 1931.

PPPKI yang digagasnya pada tahun 1927 telah banyak mendatangkan hasil, paling tidak telah mampu menyatukan bangsa yang sebelumnya terpecah-pecah (karena keinginan Belanda). Hasil penting antara lain: Kongres PPPKI 1928 (terbentuk Dewan Dana Nasional); Kongres Pemuda 1928 (putusan kongres: satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa); dan lahirnya partai-partai politik. Kini PPPKI (yang dipimpin oleh Sutomo, sejak 1932) dirasa perlu mengubah visi misi PPPKI dan mengubah arsitektur organisasi yang lebih sesuai sebagau ‘rumah’ bagi partai-partai politik. Sekarang ide supra organisasi politik digagas oleh MH Tamrin (sebagaimana dulu Parada Harahap menggagas supra organisasi kebangsaan). Jaman sudah cepat berubah.

Provinciale Geldersche en Nijmeegsche courant, 01-05-1935
Provinciale Geldersche en Nijmeegsche courant, 01-05-1935: ‘Gerakan PPPKI. Konferensi PPPKI mengadopsi usulan tokoh terkenal Mr. Thamrin untuk menghapuskan organisasi itu. Ada sebuah komite yang dibentuk paling lambat bulan Juni 30 proposal tentang bentuk baru dari organisasi sudah ada. Hal lain juga memutuskan untuk mengadakan kongres Indonesia Raja di Solo, jika memungkinkan a.s. Desember tapi selambat-lambatnya April 1936. Untuk komite itu diangkat sebagai sekretaris Dr. Djoeanda. Para wakil Budi Utomo juga berbagi pada konferensi ini, yang diselesaikan kolom peringatan nasional, yang menyandang tulisan ‘Peringatan Kemadjoean Rakjat 1908-1933’. (Dalam memori kemajuan gerakan rakyat 1908-1933). Konferensi ini setuju dengan Komite hak masyarakat adat.

Parada Harahap tetap tenang dan melenggang. Semua tuduhan yang dialamatkan kepada Parada Harahap tidak terbukti dan semua hasutan dianggap tanpa alasan. Kenyataannya Parada Harahap tetaplah editor Bintang Timoer. Parada Harahap lebih banyak digoyang secara organisasi dan perdata (bandingkan dengan Sukarno yang cenderung digoyang secara politik/subversi/pidana).

De Indische courant. 04-11-1935: ‘De Bintang Timoer yang diberitakan Aneta 4 November bahwa hari Sabtu muncul kembali untuk pertama kalinya. Editor adalah Mr. Parada Harahap’.

Parada Harahap tetap pada relnya untuk berjuang. Setelah selesai berperkara, semua tuntutan tidak berdasar, Parada Harahap kembali memimpin Bintang Timoer. Disamping itu, Parada Harahap juga telah melakukan toer Java, berkeliling Jawa untuk melakukan perjalanan jurnalistik. Inilah perjalanan jurnalistik yang kesekian Parada Harahap. Pada tahun 1925 melakukan perjalanan jurnalistik ke Sumatra dan menulis laporannnya beruba buku. Misi ekonomi Indonesia ke Jepang juga menjadi perjalanan jurnalistik Parada Harahap dan telah menulis laporannnya dan dibukukan. Kini perjalanan ke Jawa akan membuahkan buiku baru. Itulah Parada Harahap, tidak pernah berhenti berpikir untuk kemajuan bangsa dan mempercepat terwujudnya kemerdekaan.

Parada Harahap pada tahun 1936 mempersoalkan penggunaan istilah bahasa apakah Bahasa Indonesia atau Melayu. Sebab di lapangan yang muncul bahasa Melayu, padahal menurut Parada Harahap sudah dinyatakan Bahasa Indonesia (dalam Kongres Pemuda 1928). Bintang Timoer terus ditekan, lalu Parada Harahap menutup Bintang Timoer dan menerbitkan surat kabar baru bernama Tjaja Timoer tahun 1937 (seakan terus meledek Belanda). Parada Harahap juga pernah melakukan yang sama ketika Benih Merdeka dibreidel di Medan (1918), lalu kemudian menerbitkan surat kabar baru bernama Sinar Merdeka di Padang Sidempuan (1919).

Demikianlah Parada Harahap tidak ada matinya, bahkan Parada Harahap dicalonkan untuk Volksraad (mewakili dapil Tapanoeli). Parada Harahap tidak bersedia dan tetap menginginkan Dr. Abdoel Rasjid (dapil Tapanoeli) dan Mangaradja Soangkoepoan (dapil Sumatra Timur). Kedua tokoh parlemen abang-adik ini sejak 1931 tetap di Volksraad hingga berakhirnya era Belanda (digantikan pendudukan Jepang). Parada Harahap bahkan sebaliknya, mengusulkan M. Yamin, tokoh pemuda Kongres Pemuda 1928 yang kini sudah matang berpolitik untuk mendirikan partai politik (1938).

Parada Harahap yang pasca kunjungan ke Jepang sempat diwacanakan Perdi untuk dipecat dari keanggotaan, malahan Parada Harahap kemudian dipilih menjadi Wakil Presiden Perdi (Persatoean Djoernalis Indonesia), Itulah Parada Harahap.

Sementara itu, Sukarno semakin redup, semakin dilupakan. Namun polisi/pemerintah Belanda tidak pernah sedetikpun melupakan Sukarno. Diantara para pemimpin/tokoh politik pribumi, Sukarno dianggap sebagai batu sandungan, momok dan orang yang memiliki pikiran sangat membahayakan. Dalam sepakbola, Sukarno ditempatkan berada di bangku cadangan, tidak bermain tetapi tetap memperhatikan tim, layaknya sebagai ‘Kapten Tak Bermain’. Karena itu, Sukarno sejak diasingkan tahun 1933 ke Flores, lalu Sukarno kemudian diasingkan lagi ke Bengkulu pada bulan Februari 1938. Pemindahan Sukarno dari Flores ke Bengkulu karena alas an kesehatan (Leeuwarder courant : hoofdblad van Friesland, 22-06-1970).

Salah satu tokoh nasionalis, WR Suprarman pencipta lagu Indonesia Raya meninggal tangga 7 Agustus 1938 di Surabaya dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Rangkah. Dalam pemakaman ini hadir tokoh penting, yakni Dr. Radjamin Nasution (anggota senior dewan kota Surabaya). Radjamin Nasution berpidato tentang WR Supratman, yang dulunya adalah teman seperjuangan Parada Harahap [Anehnya, pada waktunya Radjamin Nasution juga dimakamkan di tempat ini. Radjamin Nasution meninggal dunia 10 Februari 1957].

Kongres GAPI

Singkat kata, PPPKI dilikuidasi dan dibentuk organisasi yang memayungi organisasi-organisasi politik yang disebut sebagai Gabungan Politik Indonesia, disingkat GAPI. Supra organisasi  ini dibentuk tanggal 21 Mei 1939. Kongres pertama GAPI dilangsungkan pada bulan Juli 1939. Hasil dari Kongres ini muncul nama yang diusulkan sebagai Kongres Indonesia Raya. Kemudian dilakukan rapat umum pada tanggal 12 Desember 1939. Lalu, Kongres Rakyat Indonesia (nama lain Konres Indonesia Raya) akan diadakan pada tanggal 23 Desember 1939.

Het volksdagblad: dagblad voor Nederland, 09-12-1939: ‘Kongres Indonesia Raya akan diadakan pada tanggal 23 Desember. Di Batavia berkumpul aksi parlemen penuh Kongres Konsentrasi Nasional di Indonesia (Gaboengan Politik Indonesia/GAPI), yang diselenggarakan 23-25 Desember di Batavia, akan dipimpin oleh R. Abikoesno Tjokrosoejoso. Sebagai sekretaris adalah Amir Sjarifoedin dan bendahara adalah Bapak H. Thamrin. Tujuh partai politik besar di Indonesia, seperti yang dilaporkan, telah berafiliasi dengan Konsentrasi Nasional. Pada kongres, yang akan disebut Kongres Ra'jat Indonesia berikutnya akan pindah ke badan perwakilan sepenuhnya, masalah lain yang timbul, seperti masalah imigrasi, penggunaan bahasa Indonesia di Majelis dan pembentukan kongres permanen. Mr Amir Sjarifoedin akan berbicara  tentang ‘hukum adat dan konstitusi Indonesia dan pembahasan topik lagu nasional dan bendera nasional akan disampaikan oleh Bapak Soekardjo Wirjopranoto. Pada Kongres tidak hanya dapat berpartisipasi semua organisasi politik Indonesia, tetapi juga asosiasi sosial’.

Kongres Rakyat Indonesia berdimensi sangat luas, tidak hanya di Batavia tetapi juga akan diadakan pada waktu yang sama di berbagai tempat di Indonesia dengan motto Indonesia Raya. Di Jawa Timur dipusatkan di Surabaya. Tuan rumah adalah Dr. Radjamin Nasution dan Dr. Soetomo.

Hasil keputusan Kongres Rakyat Indonesia adalah munculnya gagasan parlemen. Juga perlunya menekankan perlunya bendera nasional (warna merah putih) dan penggunaan bahasa Indonesia serta lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Sukarno di pengasingan meski jauh dari hingar binger politik tetapi terus menyimak. Demikian juga Parada Harahap terus memainkan penanya di dalam surat kabar untuk menggelorakan rakyat.

Pendudukan Jepang

Selama pendudukan Jepang, anehnya, Parada Harahap abstain dari segala aktivitas. Keahliannya tidak dibutuhkan militer Jepang, semua medianya ditutup militer Jepang. Sementara Sukarno dan M. Hatta berkolaborasi dengan Pemerintahan Militer Jepang. Sedangkan Amir Sjarifoeddin Harahap menentang Jepang dan berjuang di bawah tanah.

Abdul Hakim Harahap direkrut militer Jepang menjadi sekretaris dewan Tapanuli. Adam Malik, Mochtar Lubis dan Sakti Alamsyah direkrut militer Jepang untuk bekerja di radio militer Jepang. Zainul Arifin Pohan, Zulkifli Lubis, AH Nasution masuk pelatihan militer Jepang.

Sukarno yang terus terasing sejak 1933 dan baru bebas (dibebaskan Jepang) pada tahun 1942. Anehnya, Sukarno dan Hatta mengambil jalan tengah dan bekerjasama, sementara Parada Harahap abstain, sedangkan Amir dan Sjahrir menentang.

Sukarno sebagai militer
Pada tanggal 12 Februari 1942, Jepang menyerbu Sumatera, mereka berhasil menang dengan cepat. Sukarno dipindahkan pada awal serangan ke Padang. Di sana ia memiliki kontak pertama dengan penjajah Jepang yang memintanya untuk bekerja sama dengan mereka. Sebuah proposal yang ia diterima dengan kedudukan sebagai Ketua Dewan Penasehat Indonesia. Amir dan Sjahari tidak mau bekerjasama. Sukarno secara intensif bekerjasama dengan penjajah Jepang. Pada tahun 1943 Sukarno dan Hatta, bahkan melakukan perjalanan ke Jepang untuk bertemu kaisar dan untuk mengekspresikan rasa terima kasih mereka. Juga Sukarno aktif merekrut pekerja romoesja Indonesia di bawah kondisi yang buruk yang banyaknya puluhan ribu (Leeuwarder courant : hoofdblad van Friesland, 22-06-1970): ‘

BPUPKI: Parada Harahap, Sukarno dan Hatta, PPPKI: Mr. Abdul Abbas Menggantikan Parada Harahap

Jepang menyerah sama sekutu. Pemerintahan militer Jepang di Indonesia lumpuh. Indonesia yang pernah dijanjikan kemerdekaan, dalam situasi dan kondisi Jepang member isyarat kemerdekaan dengan mengikuti tahapan-tahapan dengan membentuk BPUPKI dan PPKI. Tahapan pertama BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) ditujuakan untuk menarik simpati Indonesia terhadap Jepang. Dari pihak Indonesia diketuai oleh Dr. Rajiman Widyodiningrat dan sekretaris Mr. AG. Pringgodigdo. BPUPKI diresmikan tangga 28 Mei 1945.

Parada Harahap termasuk salah satu anggota BPUPKI. Anggota lainnya adalah Sukarno, M. Hatta, M. Yamin dan Husein Jayadiningrat. Nama-nama inilah yang muncul sejak tahun 1928 (pada saat Kongres PPPKI). Parada Harahap saat itu adalah Direktur Percetakan dan Harian Sinar Baru di Semarang.

Sidang pertama diadakan 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Sidang ini menghasilkan beberapa usulan dasar negara. Untuk mempertajam, dibentuk Panitia Sembilan yang diketuai Sukarno. Hasil yang dirumuskan tanggal 22 Juni yang disebut Piagam Djakarta adalah: a. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya. b. Dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab. c. Persatuan Indonesia. d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. e. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sidang kedua diadakan tanggal 10 Juli 1945. Hasil sidang ini menetapkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Tanggal 14 Juli 1945 dilanjutkan sidang yang menghasilak tiga hal: a. Pernyataan Indonesia merdeka, b. Pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta), c. Batang tubuh UUD. BPUPKI dibubarkan tanggal 7 Agustus 1945 dan pada tanggal yang sama tahapan berikutnya dimulai dengan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Ketua PPKI adalah Sukarno dan Wakil M. Hatta. Parada Harahap tidak termasuk salah satu anggota PPKI. Salah satu anggota adalah Abdul Abbas Siregar. Ini berarti tokoh asal Padang Sidempuan tetap terwakili baik dalam BPUPKI maupun PPKI. Total wakil Sumatra adalah Hatta, Abdul Abbas Siregar, T.M Hasan dan M. Amir.

Pada tanggal 9 Agustus 1945 Soekarno, Moh. Hatta, dan Rajiman Widyodiningrat dipanggil ke Saigon, untuk peresmian PPKI yang mana Jepang menyerahkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah pulang dari Saigon (markas utama militer Jepang di Asia Tenggara), Sukarno dan M. Hatta belum mengambil inisiatif sampai dengan adanya desakan dari para pemuda untuk membacakan Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Salah satu pemuda tersebut adalah Adam Malik.

Adam Malik, Mochtar Lubis dan Sakti Alamsyah adalah tiga jurnalis yang direkrut militer Jepang untuk bekerja di radio militer Jepang di Batavia. Kemudian ketiga tokoh ini kembali ke bidang masing-masing. Adam Malik dan Mochtar Lubis meneruskan kantor berita Antara. Sedangkan Sakti Alamsjah menjadi penyiar radio militer di Bandung. Usai pembacaan proklamasi, salinannya diteruskan oleh Adam Malik dan Mochtar Lubis kepada Sakti Alamsjah di Bandung. Pada malam harinya, Sakti Alamsjah membacakan teks proklamasi ini di radio Bandung. Dari sini, berita kemerdekaan menjadi lebih cepat diketahui rakyat.

Agresi Militer Belanda

Sukarno dan Hatta berjuang dan memindahkan ibukota ke Jogjakarta. Zainul Arifin Pohan berjuang sebagai Panglima Hizbullah dan menjadi sayap kanan Jenderal Sudirman, AH Nasution aktif berjuang di teritorium Jawa Barat dan Zulkifli Lubis memimpin intelijen Indonesia. Adam Malik terjun kembali ke bidang pers sebagaimana Mochtar Lubis, Sakti Alamsyah dan Parada Harahap kembali berjuang di bidang pers. Abdul Hakim Harahap berjuang bersama rakyat di Tapanuli sebagai Residen Tapanuli.

Di Jakarta Parada Harahap memimpin Indonesische Republikeinsche pers. Ketika Belanda kembali datang, pers Belanda muncul kembali. Parada Harahap tetap berada di Jakarta ketika ibukota RI pindah ke Jogjakarta. Parada Harahap masih sempat dikunjungi Bataviasche pers sebelum Parada Harahap ikut pindah ke Bukittinggi sebagai ibukota Republik Indonesia yang baru. Di ibukota Bukittinggi ini, Parada Harahap menerbitkan surat kabar Detik atas permintaan M. Hatta. Surat kabar ini diharapkan agar keberadaan dan kegiatan pemerintah RI tetap terjaga dan tersiarkan ke berbagai tempat.


Bersambung:

Simpang Siur ‘Sumpah Pemuda’, Ini Faktanya (3): Parada Harahap Turun Tangan; Putusan Kongres Pemuda (1928) Diperbarui dan Diperingati Sebagai Hari Sumpah Pemuda (1953)
Simpang Siur ‘Sumpah Pemuda’, Ini Faktanya (4): Analisis yang Keliru dan Hasil Analisis yang Seharusnya; Sukarno dan Hatta Menghormati Parada Harahap


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap dari berbagai sumber tempo doeloe. Jika sumbernya tidak disebut, itu berarti sudah disebut di artikel lainnya dalam blog ini.

Tidak ada komentar: